PLAYBOY INTERVIEW : TUKUL ARWANA

Pusat perhatian di senin sampai jumat malam ini bercerita tentang teori lawak versinya, tidak istimewa baginya berciuman pipi dengan wanita cantik, dn melawak dalam kelompok bukan berlomba menjadi yang paling lucu.


Tukul arwana adalah fenomena. Dari panggung lawak, Tukul memandu tontonan empat mata yang merajai rating dari begitu banyak talkshow di televisi. Dia sering memakai bretel alias suspender, aksesori penampilan khas Larry King, pemandu talshow tujuh kali sepekan di CNN yang disebut-sebut popularitasnya akan disamai Tukul di Indonesia. King sering melempar pertanyaan yang menusuk, tapi Tukul hanya memberi pertanyaan ringan berasal dari laptop yang dia tidak terlalu kuasai penggunaannya. Bila ada gangguan sedikit pada laptopnya, dia berteriak “Tiaaaa,” nama anggota tim kreatif yang mengarahkan dan mengirimkan pertanyaan padanya secara nirkabel. Tukul seperti ingin menunjukkan gagap teknologi bukan persoalan hidup atau mati. Dia juga tak minder menunjukkan kemampuan bahasa Inggris pas-pasan. Di tengah kecenderungan orang suka pamer berbahasa Inggris, Tukul justru melakukan kesalahan pelafalan atau terjemahan harafiah menjadi perbuatan yang mengundang tawa. Hanya Tukul host talkshow yang sama sekali tidak ingin terlihat sempurna. Karena yang dia bawakan bukan talkshow yang sebenar-benarnya, tapi lebih bertujuan membuat perut bergucang. Bintang tamu yang dihadirkan pun kerap seperti tidak terlalu diharapkan jawabannya, tapi hanya menjadi sarana improvisasi kelucuan bagi Tukul.


Awalnya pria kelahiran Semarang 16 Oktober 1963 ini tampil sekali sepekan, kini Empat Mata tayang setiap Senin sampai Jumat malam. Empat Mata berhasil menjadi ikon untuk mengangkat pamor Trans7 sebagai stasiun televisi baru hasil akusisi Trans TV atas TV7. Kontrak Tukul pun diperpanjang hingga 260 episode. Berangkat ke Jakarta dari Semarang pada 1985 dengan uang kriman dari temannya, cita-cita Tukul ingin tampil melawak di televisi. Jelas tidak mudah. Tukul harus bertarung hidup dengan beragam pekerjaan, menjadi tukang gali sumur pompa, MC acara kawinan, sampai jadi sopir.


Playboy (P) : Karir Anda sangat terdongkrak dengan Empat Mata?

Tukul (T) : Ya. Saya gak pernah bercita-cita jadi host, penginnya melawak, ternyata fenomenal, tahu-tahu sekarang sudah termasuk artis balikpapan. Naik kelas. Orang melihat saya pinter. Padahal, kamuflase! [tertawa]

P : Bahkan, ada yang bilang Anda jenius.

T : Ya jenius. Melawak itu jatahnya professor. Kalau kesampaian, jadi eksentrik. Lama-lama bisa jadi orang gila.

P : Apa yang susah dari membuat orang tertawa.

T : Ya susah. Bagaimana [membuat] orang terpancing selera humornya. Kalau gak paham, dia nggak ngerti. Orang kan punya level sensitifnya dalam berhumor. Berarti SDM penonton mesti kita baca. Nah, tahu dari mana? Ya flywatch, jam terbang. Dengan jam terbang yang panjang, jadi tahu medan. Siapa yang dihadapi. Kalau saya yang saya pelajari nomor satu itu penonton, kedua bintang tamu, ketiga sound.

P : Kenapa Anda baru begitu terangkat di Empat Mata, di acara sebelumnya yang Anda ikuti tidak?

T : Karena di Empat Mata lebih fokus ke saya. Kalau lawak ka nada beberapa orang. Kalau sekarang jadi nomor satu, di tempat lain gak bias. Namanya orang memancarkan enerji positif, saya jadi pusatnya, motornya.


P : memang konsepnya begitu, atau Anda yang terlalu dominan?

T : itu karena saya ujung tombak. Jadi perhatian.



P : Bintang tamu seperti hanya figuran saja?

T : Mereka tetap saya bagi. Saya main ritme, ketukan. Kalau saya terlalu banyak, saya bagi. Kalau bintang tamunya terlalu jaim, tidak proaktif, saya lempar ke yang lain. Main feeling.

P : Sering terjadi pertanyaan yang Anda lempar seperti tidak mengharapkan jawaban, karena Anda langsung meneruskannya dengan gurauan? Padahal jawaban itu bisa sangat dinanti penonton.

T : Ya kalau serius terus, nanti bukan Empat Mata, talkshow lain.

P : Jawaban seperti apa yang Anda harapkan dari bintang tamu?

T : Proaktif. Makanya saya Tanya dulu sama mereka, pernah nonton Empat Mata nggak? Saya kasih tau formatnya bagaimana.

P : Anda ingin mereka bersikap bagaimana?

T : Serius, tapi belakangnya bercanda. Biar nggak kayak talkshow yang lain. Misalnya saya tanya “Nama kamu siapa?” dibiarkan jawab dulu, lalu kemudian bisa saya sambung dengan humor.

P : Melihat suasana produksi Empat Mata secara live di studio sangat berbeda dengan di televisi menjadi pengalaman yang berbeda. Anda tidak sekedar tampil di TV, tapi menghibur penonton di studio seperti pada jeda iklan?

T : Penonton studio sangat mempengaruhi. Respon dari penonton jadi ukuran lelucon saya diterima atau nggak. Kalau penonton di rumah kan saya tidak tahu. Waktu iklan daripada jenuh, biar mereka ter-charge terus dengan suasana ceria. Jangan sampai mereka bosan menunggu.

P : Reaksi Anda waktu pertama kali ditawari jadi host Empat Mata?

T : Saya bilang, jangan! Saya nggak mampu. Lha wong, saya basic-nya cover boy! Tapi, Pak Apollo [Manager produksi TV7 waktu itu – red] bilang, host itu biasanya yang cakep-cakep, pinter, mereka ingin cari yang tidak umum. Dia bilang, “Siapa tahu kamu bisa seperti Larry King, bertahan sampai 19 tahun.”

P : Pernah mengikuti Larry King Show?

T : Saya malah Larry King yang mana nggak tahu. Asal menyebut aja. Tahunya Larry Holmes. Sampai sekarang tahunya cuma lari pagi. [tertawa].



P : Kalimat Anda untuk opening, break dan closing Empat Mata itu-itu saja. Memang disengaja?

T : Diubah bisa. Kalau kamu punya materi kalimat yang bagus bisa kasih tahu saya.



P : Bintang tamu paling berkesan?

T : Roy Marten bagus, Rano Karno, Mpok Nori juga.



P : Seberapa banyak improvisasi di Empat Mata?

T : Banyak, mungkin 60 persen.



P : Dalam pertanyaan-pertanyaan?

T : Ya ada. Saya juga sering memberi pertanyaan baru dari jawaban yang baru diberi bintang tamu, nggak harus mengikut dari laptop. Seperti kemarin anak itu [penjual batu penggiling bumbu – red] Saya tanya cita-citanya katanya mau jadi polisi. Langsung saya bilang, “Mudah-mudahan Pak Kapolri atau pengurus yayasan kepolisian yang menonton Empat Mata bisa membantu anak ini mencapai cita-citanya.” Sayangnya waktu itu sempit sekali. Karena banyak yang senang rating-nya tinggi, iklannya banyak. Tapi permintaan pemirsa belakangan ini supaya durasinya ditambah 1,5 jam.



P : Anda setuju ditambah?

T : Setuju. Kalau angkanya cocok. Dengan catatan ada yang nyanyi, kuisnya ditambah.



P : Empat Mata dari seminggu sekali menjadi lima hari seminggu. Tidak khawatir penonton jadi bosan?

T : Awalnya takut. Tapi setelah dipikir panjang ternyata talkshow itu nggak ada habisnya. Seperti media cetak, nggak habis-habis bahannya. Bintang tamu banyak. Dan banyak yang bisa dibahas. Misalnya, kamu Gemini dan ini Scorpio, dari bintangnya saja sudah beda. Kamu shio-nya kambing, yang lain shio-nya beda. Dan nggak perlu public figure terus. Bisa dicari tokoh lain. Misalnya pengusaha sukses.



P : Anda ikut dalam konsep kreatifnya?

T : Tidak terlalu. Kalau mereka udah kepepet, baru minta. [tertawa].



P : Popularitas Empat Mata katanya sudah menggeser Om Farhan?

T : Wah itu orang lain yang ngomong. Kalau saya biasa-biasa saja. Saya malah nggak tahu kalau saya juara satu.



P : Bedanya hanya di finansial?

T : Alhamdulillah. Saya sudah bersyukur dan bisa mensejahterakan keluarga. The face country, and the money city. [maksudnya wajah desa rejeki kota –red]. Perubahannya ya yang dulu duitnya sedikit sekarang jadi banyak. Tapi banyak menurut ukuran saya. Kalau menurut ukuran pengusaha ya kecil.



P : Anda benar-benar gaptek?

T : Iya. Saya punya tuh handphone yang canggih, sampai sekarang saya gak pakai. Ini aja [sambil menunjukkan handphone yang dia pakai] cumabisa sms dan nelepon.




P : Kalau PDA yang anda pakai di empat mata?

T : Saya cuma bisa nggeser-geser itu aja [scroll down – scroll up]. Kadang suka kebablasan. [tertawa].



P : Punya komputer di rumah?

T : Punya. Tapi belum apa-apa udah dirusakin keponakan. Eh tahunya Cuma kendor kabelnya. Bukanya gimana, nyalainnya gimana, nggak tahu. Belum belajar. Tapi kalau udah belajar, waah bisa ngalahin yang lain.



P : Dari mana asal tepukan tangan khas anda itu?

T : Waktu nonton lomba voli tujuh belasan di Semarang, tahun 82-an. Ada penonton yang tepuk tangannya begitu, terus [saya pikir] kok lucu, ya? Akhirnya ta’ ambil itu.



P : Kalau gerakan bibir?

T : Itu dari ledekan Ramon Tommybens. Semua aja saya ambil. Ilmu itu dari siapa saja.



P : Kapan terakhir kali Anda marah karena diledek orang?

T : Sepuluh tahun lalu. Tapi sekarang saya sudah lapang dada, jiwa besar, karena saya milik orang banyak. Jam terbang pengaruh juga.



P : Anda positif thinking sekali?

T : Harus. Dengan kita memntulkan enerji positif, hasilnya akan positif. Kalau kita punya pikiran jelek, hasilnya negatif. Kalau kita punya enerji positif, negatif akan kalah dan hasilnya akan positif terus. Kalau sombong, itu akan jadi bumerang.

P : Apa yang membuat Anda punya sifat begitu?

T : Baca buku.



P : Buku favorit anda?

T : Dale Carnegie, Norman Will, buku kejiwaan. Ya semua bermanfaat lah.



P : Buku terakhir yang Anda baca?

T : Apa ya? Lupa. Pokoknya di rumah banyak.



P : Bagaimana rasanya sekarang jadi perhatian banyak media?

T : Ya bersyukur sekali. Pers kalau ketemu artis biasa. Ini malah ketemu saya minta foto bareng. Ini fantastis. Luar biasa [tertawa]. Berarti saya familiar, baik hati, pada seneng sama saya. Saya harus bisa mempertahankan.



P : Mulai kapan kondisi begini?

T : Ya minimal, mulai Desember kemarin. Saya tanya sama wartawan, kok sekarang pada foto sama saya. “Habis istri saya penggemar Mas Tukul, ini oleh-oleh untuk istri saya.” Makanya kamu foto sama saya nanti nyesel loh.



P : Media pernah membuat Anda kesal?

T : Kadang ada pemelintiran bahasa. Kayak ada yang kemarin menulis honor saya sekali manggung Rp.30 juta.



P : Oh iya, kami pernah baca itu, di salah satu koran.

T : Waktu wartawan itu wawancara saya, saya terima telepon. Saya sebut angka. Saya bilang, kalau nggak segitu jangan diterima. Saya bilang, jangan direkam ya. Eh, dia [wartawan –red] tulis. Dia nggak tahu, berapa lama, di mana acaranya. Jadi kesannya orang tahunya, wah Tukul harganya segini.



P : Sejauh ini cuma itu yang sensitif buat Anda?

T : Iya. Soalnya dia nggak tahu dampak dari tulisan itu. Ada orang, ada sodara yang nggak nerima dengan berita itu. Dia nggak ngerti.



P : Dari mana ide karakter Reynaldi?

T : Saya sendiri. Biar kontradiksi aja. Nama Reynaldi kan cocoknya kulitnya putih, matanya biru, giginya rapi. Nah ini giginya taring semua [tertawa]. Aku kadang ngaku cover boy, karena jengkel, diskriminatif, cover boy harus cakep. Di luar negeri, ada pemilihan orang jelek. Kamu seneng ya liat saya? Dari tadi senyum melulu.



P : Tapi kan kata istri, Anda tidak jelek?

T : Nggak tahu dia sadar apa nggakwaktu ngomong gitu [tertawa]. Sampai sekarang dia sadar nggak punya suami saya?



P : Kalau kata anak Anda, masa’ dia bilang bapaknya jelek?

T : Jelek luarnya, tapi dalemnya. Woo [tertawa]. My heart is good.



P : Apa yang dulu membuat Anda yakin untuk terus berkarir di lawak?

T : Saya kan tiap hari bercanda sambil nonton terus lawak. Mimpi itu bisa jadi kenyataan. Makanya kalau mimpi harus tinggi, biar kalau meleset nggak terlalu jauh. Contohnya, kalau pengin punya Mercy, meleset ya dapat BMW, meleset lagi Toyota. Jangan mimpi bajaj nanti meleset ke sepeda.



P : Anda 17 tahun untuk mencapai semua ini. Kapan momen merasa paling jatuh?

T : Saya mau putus asa tahun ’94. Waktu itu Bagito lagi ngetop, lawakannya cerdas, yang verbal. Sedangkan saya, lawakan slapstick, norak. Sempet berpikir mau pulang kampung. Terus survey ke daerah. Ternyata lawak tradisional punya pasar juga. Ibarat olahraga, saya pemain bola. Mungkin gaya lawakan saya sepakbola, lebih umum, semua orang masuk. Untuk membikin orang percaya dan menerima itu memakan waktu.



P : Yang membuat anda bertahan?

T : Ketekunan. Kalau menekuni pekerjaan apapun akan menghasilkan. Saya sadar punya potensi tapi orang belum tahu. Belum ada timing yang pas, butuh 17 tahun untuk itu. Dulu saya dikecilin orang, dianggap sebelah mata. Tukul itu bisa apa, lucunya dimana, pelawak daerah, slapstick lagi. Tapi saya terima dengan ikhlas. Makanya doa orang teraniaya itu bukan hanya doa anak yatim piatu tapi juga doa orang yang tekun dan tidak putus asa meski dilecehkan orang.



P : Dilecehkan seperti apa?

T : Kadang-kadang saya ngomong atau mau memberi masukan, nggak didenger. Dan orang suka memberi janji surga. Habis ini dapet ini lah. Konrak panjang lah.



P : Sekarang masih suka dilecehkan?

T : Nggak. Orang itu terkutuk berarti [tertawa].



P : Ada orang yang dulunya melecehkan dan sekarang mengakui Anda?

T : Ada yang begitu, bialng “hebat kamu bisa begini”. Saya bilang aja, yah nasib. Makanya kalau ingin besar harus membesarkan orang lain.



P : Siapa pelawak favorit Anda?

T : Banyak sekali. Tak bisa saya sebutkan satu per satu. Saya belajar banyak dari Mas Tarzan.



P : Belajar apa?

T : Disiplinnya. Dia senior tapi selalu menghargai yang lebih muda. Diajak diskusi. “Sini Kul, enaknya kita bikin gimana nih.” Jadi semua orang bisa tergali idenya, potensinya.



P : Bagaimana pandangan Anda soal pelawak sekarang?

T : Lucu-lucu. Cuma, mereka kadang gak ngerti bagaimana posisinya, apakah plymaker atau striker, dan mentalnya belum siap.

P : Bagaimana dengan acara pencarian bakat pelawak seperti Akademi Pelawak Indonesia [API]?

T : Itu bagus. Tapi diisi dulu sebelum tampil. Ilmu-ilmu. Kalau pengin jadi orang top, harus siap dulu resikonya. Kalau jam terbang tinggi, dia ngetop, habis itu arogan. Yang instant kan begitu. Disiplin. Trus job itu harus diperbanyak, jangan lihat angkanya dulu.



P : Anda pernah melawak di Radio Suara Kejayaan, apa yang berarti dan sana?
T : Radio itu untuk berlatih saja. Saya dan lawak daerah yang humornya pakem, lalu ketemu lawak SK yang taktis, mengandalkan kecepatan verbal, tik tok. Pendengaran harus tajam, bagaimana memotong omongan orang buatjadi baban lawakan. Lalu saya kenal lagi lawak Srimulat. Jadi saya bisa semua. Susab semua itu, yang bisa lawak audio, belum tentu bisa lawak visual, yang visual belum tentu bisa lawak panggung. Orang Srimulat belum tentu semua bisa diajak lawak audio. Karena ada yang kelebihannya di slapstick atau mimik lucu.


P : Anda main dengan Srimulat sejak 1998 sementara kelompok itu sudah jalan mama sekali. Mengalami kesulitan?

T: Makan waktu bertahun-tahun menyesuaikan din dengan atmosfir gaya lawak Aneka Ria Srimulat. Nggak cuma lucu, tapi ada benang merah cerita. Kalau ngomong, takut keliru. Saya tunggu mereka beri ke saya, kok nggak diberi.



P : Waktu itu, Anda belum percaya diri?
T : Percaya diri sudah. Tapi, mungkin mereka belum yakin kalau saya diberi [umpan lelucon], bisa lucu. Melawak itu ibarat main musik, tahu ritme ketukan, 2/2 atau 4/4. Selain jam terbang, harus jiwa besar. Mengerti roh temen arahnya mau ke mana. Ibarat main bola itu, kapten itu bisa membagi mau mengumpan ke striker, playmaker,second striker. Atau langsung long pass. Kalau di televisi biar bahasa kamera enak, hidup. Tilt up dlt down, zoom out zoom in, three shot two shot, gool... gitu kan enak. 1-larus tahu gitu, nggak lucu tok. Lawak itu barus lucu tapi berkesan.



P : Anda pernah mengalami ketidaksiapan mental begitu?

T : Dulu saya begitu. Sekarang saya harus fleksibel. Temen mau ngelucu silakan. Kalau mau jadi artis yang besar, pelawak harus mengerti perasaan rekannya. Kalau satu frame itu saya yang ngelucu terus, nggak enak dilihat di kamera, harus dibagi. Temen mau ke mana. Kamu misalnya kelebihan di A, nah kelebihan itu harus diumpan, jangan ditutup. Jangan hanya seorang yang merasa dirinya paling lucu. Jadi ada persentasinya yang enak. Ada yang 60, yang lain 40. Atau 30-70. Tapi yang 30 itu harus berjiwa besar. Kadang-kadang kalau nggak siap mentalnya nanti bisa ada kecemburuan sosial. Dikira yang laku yang ngelucu terus, duitnya banyak karena bakal dipakai terus.


P : Soal kelebihan setiap pelawak, karena itu dalam kelompok seperti Srimulat peran yang dmmamnkan anggotanya itu-itu saja?
T : Ada pelawak tipe joker umpamanya Doyok, Gogon, Timbul. Mereka itu striker semua. Dan ada yang tipe leader. Nggak bisa yang tampil semua striker. Harus ada leader seperti Eko DJ, Tarzan-nya. Kaptennya ada. Pembagi bolanya ada.

P : Anda di posisi mana?

T : Saya sekarang bisa leader, bisa joker, bisa striker, pokoknya maen feeling.


P : Soal joker dan leader itu teori dari mana?
T : Saya yang ngasih nama itu. Nggak tahu kalau pelawak lain istilahnya apa. Kayak main bola aja, biar hidup. Biar move kamera itu enak.



P : Makanya di Empat Mata ada Pepi [pemain perkusi] dan Vega [gadis bar yang sesekali menimpali dengan lelucon?
T : Ya begitu, saya berikan porsi untuk mereka. Dan mereka saya juga bisa membuat kelucuan baru. Vega itu spontan. Dia lama-lama pintar, lucu dia. Orangnya serius, tapi begitu nyeletuk, nggak enak banget dengernya. Kadangkadang mencela saya juga.


P : Presentasi peran itu asumsinya untuk lawak dalam grup. Kenapa
lawak tunggal atau standing comedy di Indonesia tidak berkembang?
T : Belum, tapi lama lama akan ada. Kalau ada broadcast yang memelopori ya bisa akan ramai.


P : Anda sanggup?
T: Sanggup, sanggup.


P : Kenapa sekarang tidak ada lawak rekaman seperti dulu dilakukan Warkop?
T : Memang udahjarang. Mungkin timing belum pas. Sewaktu-waktu akan seperti dulu lagi, lawak dijual dalam kaset. Empat Mata itu kalau dijual rekamannya bisa laku tuh.


P : Perbedaan melawak audio dengan yang visual?
T : Beda. Melawak itu ada tiga macam. mi menurut kacamata saya. Lawak audio, lawak visual dan lawak panggung. Lawak panggung itu harus situasional dan komunikatif, tahu betul siapa penontonnya. Lawak visual, itu ada kamera, dibatasi waktu, ada sutradara, ada benang merah. In frame, out frame, blocking itu harus paham. Lawak audio nggak dilihat dan fisiknya, tapi kelucuan verbal yang harus kuat.


P : Banyak pelawak mengandalkan skenario. Kalau Anda?

T : Kalau saya nurut aja maunya apa. Kalau skenanio ya skenanio. Mau treatment ya treatment. Saya bisa semua, mau apa saya turuti. Model Extravaganza yang sudah ada pakemnya bisa saya. Model yang jalan mengalir, bisa saya.



P : Enak yang mana?

T : Enak semua yang penting duitnya cocok.


P : Dalam dialog-dialog di Empat Mata Anda terlihat senang dengan zodiak?
T : Saya senang. Bahan itu bisa untuk menutupi kevakuman di panggung, bisa dimanfaatkan.


P : Kami menonton taping Empat Mata di studio. Ada tamu seorang model susah sekali menjawab pertanyaan Anda. Yang Anda sebut “gadis feedback.”

T : [tertawa] Ditanya nggak nyambung-nyambung. Malah enak saya sebetulnya. Tapi kasian dia kalau ‘tak serang terus. Mendingan saya nyerang yang lain. Padahal jawab aja spontan, soal nanti jawabannya bagus ya kelihatan kayak orang cerdas aja. Ini malah ngak nguk ngak. Jadi dia mempermalukan diri sendiri. Gadis feedback [tertawa]. Itu belum tentu bagi semua orang lucu. Kalau saya di panggung ada feedback [dari microphone] ngiiingg itu nggak enak banget. Makanya kalau orang ditanya jawabnya coma ngak ngok, itu juga nggak enak banget.


P : Sering menemui narasumber begitu?
T : Selama ini baru tiga.



P : Kalau sudah begitu tidak ada jurus lain?
T : Kalau dapat begitu paling saya ke audiens, ke Pepi atau nyeletuk ke diri saya sendiri. Kalau dalam beberapa detik nggak ada lucu ya tanggung jawab saya sebagai comedy host.


P : Jadi tnekoensi kelocoan dalam Empat Mata ito dalam hitungan detik?
T : Ya. Karena ito host-nya pelawak. Makanya slapstick ito kadang-kadang menutup. Nggak semua orang suka dengan lawakan verbal.


P : Pernah jadi dibenci orang karena omongan Anda?
T: Iya. Tapi, makanya itu tadi, kita harus banyak belajar. Jam terbang, flywatch. Saya bisa membaca pikiran Anda, akhirnya saya bisa tahu keinginan Anda.


P : Anda menetapkan batasan dalam berlelucon?
T : Dibungkus halus, jangan terlalu berlebihan. Ada rem dari saya.



P : Sampai mana?
T : Jangan sampai orang sakit hati. Kayak kamu pakai kacamata, saya bilang kamu kayak Harry Potter, tapi lama-lama kayak Eddy Silitonga.


P : Pernah jadi berlebihan dan tujuan Anda sakit hati?
T : Nggak. Saya kendalikan.



P : Kenapa ada ide membuat Ojolali Production?
T : Nama itu dan sebuah sinetnon yang saya main. Ini masih kecil-kecilan, mengalir aja. Supaya teman-teman lain bisa belajar melawak yang baik. Kami sening sharing, evaluasi. Kalau petinju harus sering nonton pertandingan tinju, melawak juga. Orang-orang di sini kompetisi juga. Saya cuma ngasih tips. Gimana jadi artis yang efektif dan nggak sombong. Ya seperti ini [menonjok ke salah sato pelawak yang ada di ruangan - red] yang tadi nggak kenal kamera, jadi kenal kamera. Sekarang udah main iklan, sinetron.

P : Setelah Anda sukses tentu banyak sekali yang ingin bergabung ke Ojolali?
T : Di sini auranya positif. Baik untuk melalui proses belajar. Kalau mau yang instan, satu dua hari ngetop, dapat duit nggak bisa. Ada yang nelepon dari daerah, “aku mbok diajak.” Wah enak banget. Kamu kan harus jual muka, pengenalan lingkungan. Mereka harus disadarkan pelan-pelan. Begitu ketemu muka baru mereka tau Tukul kalau ngomong bisa mengena di hati, kalau imannya kuat dia akan salut, kalau nggak kuat bisa benci.


P : Masa kecil Anda seperti apa?

T : Ya sepenti orang-orang, cuma miskin. Orang miskin mainnya di tempat lumpur, nyari yuyu, kepiting, main di sungai.


P : Zaman Anda susah, pekerjaan apa yang paling berat buat Anda?
T : Berat semua. Jadi sopir dari pagi sampai malem. Kayak menghitung hari. Dari pagi, kalau nggak nganter, nunggu rumah, terus nyiramin kembang. Lah itu kerjanya tiga, bayarannya supir. Malem pulang, ngantuk tidur. Kerjanya capek banget tapi tidak berkarya.


P : Anda ingin dikenal sebagai orang yang punya karya?
T : Harus! Berkarya dan bermanfaat. Untuk keluarga, bangsa dan negara. Wah mantap.


P : Sejauh ini bagaimana?

T : Ya seperti yang kamu lihat tadi, orang sedang sedih aja, jadi gembira melihat saya. Mahal sekali itu. Keadaan kena banjir, ketemu saya masih ngikutin, senyam-senyum. Makanya kerjasama antara rumah sakit dengan pelawak itu penting sekali. Pasien dikasih paket komedi. Siapa tahu bisa sembuh.



P : Bagaimana rasanya bekerja dengan banyak perempuan menanik?

T : Ah biasa saja. Saya tuh nggak silau dengan wanita cantik, dengan harta benda juga, dengan popularitas. Tinggal bagaimana cara berpikir kita. Tapi kalau sebagai penonton, lihat perempuan cantik terus pikirannya kotor, ya jadinya kotor. Kalau sudah punya anak istri bisa dinetralisir.


P : Apa yang paling melelahkan dari profesi Anda?

T : Paling sedih, kalau tampil konsumen nggak paham yang namanya lawak. Kedua kalau panggungnya bergema. Saya lempar nggak kena. Manggung di stadion olahraga, muter, panggungnya jauh, sound system-nya nggakjelas. Itu paling sedih, paling melelahkan. Kalau mainnya nggak berhasil, nerima duitnya juga sedih. Kalau main sukses, pulang bisa senyum.



P : Terakhir cukur kumis kapan?

T : Pernah dicukur, malah lucu. Jadinya saya biarin aja. Malah lebih lucu. Itulah kelebihan dari Allah. Kalau dimanfaatkan dengan baik, kekurangan bisa jadi kelebihan.


P : Dari pengalaman lawakan di televisi ada trennya. Dulu ketoprak humor booming, sekarang tidak?
T : Mungkin zamannya udah beda. Tapi nanti bisa muncul lagi. Seperti saya mungkin tiga tahun lagi orang juga bosen. Cari materi lain lagi. Di musik juga kan begitu.


P : Apa yang Anda siapkan bila saatnya nanti Anda tidak selaris sekarang?

T : lya sadar. Macem-macem lah. Yang penting saya sudah menyiapkan diri.


P : Anda kan tidak besar dengan grup lawak. Menurut Anda grup lawak mana yang bagus?
T : Dulu saya dengan grup. Yang pertama Purbaria, Karisma terus Domas, bubar. Saya jalan sendiri. Ngelaba [Patrio Grup red] itu bagus.


P : Kalau Anda merasa klop tampil dengan siapa?
T : Saya dengan siapa saja bisa. Tinggal rekan-rekan paham nggak dengan energi saya.


P : Kalau pengalaman selama mi dengan siapa?
T : Ada si A si B. Kalau saya nyebut nanti yang lain tersinggung.


P : Tidak ada keinginan bikin album seperti Mandra?

T : Kalau cocok angkanya ya mau saja. Saya diajari cara nyanyi yang baik. Dan mudah-mudahan laku lagunya.



P : Tidak ada stasiun televisi lain yang menawarkan kontrak ekslusif agar Anda pindah dan Em pat Mata?

T : Belum ada. Banyak tawaran-tawaran, tapi saya fokuskan ke Empat Mata dulu. Kalau melawak di TV lain ya boleh, asal nggak jadi host.



P : Apa yang membuat Anda sedih?
T : Kalau dibohongi orang. kenapa orang punya sifat seperti itu. senang yang jujur.



P : Kalau jujur, berarti apa yang di televisi dengan Tukul sehari-hari sama saja?
T : Ya. Tapi ada yang disesuaikan. Kalau di mengatur keluarga saya tidak dengan melawak. Saya kan kepala rumah tangga, kalau mengajar anak dengan cengangas-cengenges, lah anak saya gimana. Ya harus serius.

P : Anda tidak lelah orang selalu mengharapkan Anda harus selalu lucu?

T : Betul. Tapi saya arahkan pelan-pelan. Kalau dia arahnya melecehkan, saya lempengkan pelan-pelan di bahasa ekspresi muka. Kalau paham bagus. Kalau nggak sinergi ya saya tinggal, buang energi. Saya sama orang waspada. Orang itu mau ke mana saya baca. ini Jakarta, ada bermacam-macam gaya, kepalsuan. Pura-pura kawan, baik. Tapi bisa terjadi yang tidak kita sangka.


P : Berat mendapatkan cinta istri Anda dulu?
T : Istri saya baik banget. Dalam keadaan saya susah, dia masih mau. Dulu mana ada yang mau sama saya. Karena nggak jelas, Saya pelawak ngetop apa nggak, bisa ngidupin keluarga, nggak jelas. Tanda tanya. Bahasa anunya itu tentatif [tertawa]. Bisa sukses bisa nggak, tapi kebanyakan nggak bisa suksesnya. Saya juga akhirnya bisa menunjukkan tanggung jawab pada keluarga. Kerja keras. Meski itu hanya dapat Rp 20 ribu bekerja dan pagi sampai malam. Melawak dulu belum ngetop mana ada yang mau percaya sama saya. Mana ada yang suruh saya bawa acara. Kalaupun ada yang mau, mereka bilang honornya cuma transport. Itu punya transport metromini Rp 800 [tertawa].


P : Dukungan istri bagaimana?

T : Dia paham kalau cover boy itu harus begini, ke sana ke mari.


P : Sampai kebiasaan Anda cipika-cipika dengan bintang tamu wanita cantik?
T : Yah itu biasa saja buat saya. Mungkin yang ngelihatnya luar biasa itu saya maklumi karena belum kesampaian aja [tertawa].


P : Setahun lalu Anda belum setenar ini ya?
T : Udah. Justru di Indonesia terlambat nih. Di luar negeri, saya udah begini. [tertawa]

P : Waktu untuk keluarga tersita?
T : Oh masih ada. Begitu off, saya ajak mereka ke mana mereka mau. Yang penting anak istri senang. Saya cari duit buat siapa lagi kalau bukan buat mereka.

P : Hari apa Anda libur?

T : Nggak mesti. Nggak ditetapkan.

P : Jadi Anda nggak pernah menolak job karena ingin libur?

T : Nggak ada tolakan. Rezeki nggak boleh ditolak. Kalau rezeki ditolak, nanti rezeki ngomong dengan bahasa rezeki.

P : Ada acara yang Anda batasi?
T : Nggak, yang penting acaranya cocok.

P : Kalau jadi pembawa acara di pesta ulang tahun anak-anak?
T : Nggak apa asal angkanya cocok. Saya bawa orang yang paham membawa lawak untuk anak kecil. Saya tinggal bawa nama saja. Gampang kan.

P : Anda pernah bergaul dengan komunitas musisi jalanan di Bulungan, pernah bernyanyi di Empat Mata?

T : Belum. Dipertahankan untuk belakangan kalau perlu penyegaran ya saya nyanyi saja. Suara saya memang nggak bagus, asal ketukannya pas aja. Kalau nggak pas, berarti pendengaran orang-orang aja yang kurang beruntung.



P : Kenapa pelawak didominasi orang bersuku Jawa dan Betawi?

T : Kenapa ya, mungkin dan awalnya lawakan itu dan dagelan jawa. Zaman kerajaan dulu atau gimana. Dan Punakawan dulu. Saya juga mencari itu. Mungkin pelawak yang pertama nongol itu dan Jawa.


P : Kalau di Ojolali pernah ada dan luar Jawa dan bagaimana?

T : Ada dan memang bingung sendiri. Karena latar belakang budayanya berbeda.


P : Kalau lawakan gaya Betawi lebih cepat dibandingkan Jawa?

T : Ya lebih cepat tek toknya. Kalau di-combine bisa lebih bagus lagi. Saya suka mengamati lawakan Betawi, ambil ilmunya. Seperti Komeng dia cepat sekali. Mungkin karena dia lahir di Jakarta, sejak kecil sudah dengan bahasa itu. Kalau saya yang dan Jawa tentu akan sangat cepat kalau mengeluarkan kalimat bahasa Jawa. Kalau bahasa Indonesia tidak langsung spontan, adajeda yang lebih lama di otak.

P : Anda sering berhumor dalam bahasa Jawa. Anda sadar tidak semua orang bisa mengerti?
T : Kadang-kadang saya ngomong bahasa Jawa, tapi yang bukan orang Jawa mudah mengerti. Ditambah ekspresi dan gerakan mereka dituntun untuk mengerti bahasa itu.

P : Anda punya beberapa numah yang berdekatan, harganya tentu mahal-mahal. Kenapa tidak tinggal di perumahan mahal seperti Pondok Indah, misalnya?
T : Saya senang bersosialisasi dengan orang. Saya senang kenamaian. Kehidupan yang benar-benar itu ya kayak gini, saya menikmati. Kalau di sana kan pulang rumah rasanya terkurung. Di sini ada motor lewat, anak lewat. Kalau 17-an rame, ada gotong royong, pawai. Enak.



P : Anda mau, seandainya diajak masuk partai politik?
T : Tidak. Kalau diajak menghibur ya saya mau aja asal dibayan. Kampanye kalau cocok harganya ya mau. Seniman hanus independen toh ya? Melawak di golongan mana saja.


Sumber : Majalah Playboy Indonesia Edisi Februari

Tukul Arwana, Jadi Wasit Orang Ngobrol


Pelawak Tukul Arwana (43) punya pekerjaan baru: menjadi "wasit" untuk menengahi orang yang sedang berbincang-bincang. Ya, kalau-kalau perbincangan mereka mengarah ke perdebatan, Tukul harus "meredakan" suasana.

"Saya harus mengontrol semuanya. Jangan sampai ada yang sakit hati atau berdebat sampai panas," katanya saat ditemui Warta Kota di Studio TV7,Cawang, Jakarta Timur, Senin (8/5).

Ya, pria kelahiran Semarang, 16 Oktober 1963 itu didaulat TV7 untuk menjadi pemandu acara 4 Mata, sebuah program talkshow yang menghadirkan selebriti atau figur publik di setiap episodenya. Topik yang dibahas akan macam-macam, dari yang menyerempet politik macam membahas soal RUU APP hingga yang berbau gosip semisal klarifikasi soal kabar perceraian artis.

"Nanti, akan ada tim yang mendukung saya. Jadi, mereka sudah kerja dulu mencari tahu narasumber. Jadi nanti di acara, saat diskusi, saya tinggal mengarahkan," kata pria bernama asli Tukul Riyanto itu tentang acara yang akan ditayangkan mulai tanggal 28 Mei 2006 itu.

Tapi, meski sudah didukung tim, bukan berarti pekerjaan Tukul menjadi mudah. Yang namanya acara live, bukan tidak mungkin sesuatu yang tidak terduga akan terjadi. "Ya, saya harus pandai-pandai mengontrol diri dan suasana. Jangan sampai kebablasan," katanya.

Tukul mengaku jadi semakin rajin membaca dan menonton televisi untuk membekali dirinya. Kebetulan, katanya dia memang senang membaca sejak kecil. Hebatnya, dia gampang ingat apa yang dibacanya.

"Saya paling suka membaca buku yang berbau-bau psikologis. Misalnya soal sifat seseorang dibaca dari wajahnya, tanda tangannya, tanggal lahir, tahun lahir, bintangnya dan yang seperti-seperti itu," katanya.

Lantaran membaca, Tukul juga pernah mengganti tandatangannya supaya peruntungannya menjadi bagus. "Ya, kalau orang sudah jelek, bodoh, nggak pede, enggak sombong, siapa yang mau mendekati. Jadi, saya membekali diri dengan percaya diri tinggi, sombong, dan reading skill. Maksudnya, ilmu pengetahuan yang saya dapat dari membaca," ujarnya.

"Saya enggak merasa lucu kok, tapi ya orang-orang senang tertawa kalau dekat saya. Itu karena reading skill itu loh," kata pelawak yang pernah menjadi sopir pribadi dan loper koran ini. (sra)

sumber : http://www.kompas.com/gayahidup/news/0605/11/194442.htm

Tukul Arwana, Melawak dan Meramal



Aksi kocak Tukul Arwana yang sering menyebut namanya jadi 'Reynaldi', tidak asing lagi. Mimik mukanya saja sudah bisa membuat kita terpingkal-pingkal. Apalagi kalau sudah ngomong, mulutnya mirip Ikan 'Arwana'. Makanya disebut Tukul Arwana.

Disamping pinter ngelawak, ternyata Tukul ini bisa juga menebak sifat dan karakter seseorang loh! Tapi kemampuannya ini tidak untuk dipublikasikan.

"Untuk diri sendiri saja, tapi kalau ada yang minta, ya, aku kasih. Kalau obral saya khawatir saat manggung nanti tidak ada orang yang tertawa, karena takut sama 'Mbah Tukul', nah, bisa berabe aku," ujarnya lucu.

Untuk bisa punya kemampuan seperti itu, Tukul mendapatakannya dengan cara belajar. Dia membaca buku primbon, ilmu kebintangan, feng shui, bahkan filsafat disantapnya hingga tuntas. Baginya ini sangat bermanfaat untuk kontrol dirinya. Dan dari apa yang dipelajarinya pelan dan pasti dia bisa mendongrak karirnya secara pasti.

"Yang penting atau intinya sebetulnya adalah kita harus terus belajar dan membaca, lha, kalau tidak baca, aku ini tidak bisa nyambung kalau diajak bicara. Dulu jelas sekali aku plonga-plongo tidak tahu apa-apa. Sekarang, kalau ditanya sama wartawan seperti sampeyan ini, aku bisa jawab," ungkapnya, saat ditemui di Studio TV7, Senin (8/5).

Disamping itu, Tukul tidak pernah berhenti berdoa. Walaupun dia masih sedang berbicara dengan orang. Dan itu dijalaninya sampai sekarang, makanya dia merasa sangat bersyukur diberi rejeki yang baik.

Rasa syukur Tukul juga diwujudkan dalam hal berpenampilan yang tetap bersahaja. Makanya, dia tidak ingin meniru pelawak lainnya kalau sudah sukses kawin lagi, seperti yang selama ini terjadi.

"Nggak ada semacam itu, aku kasihan dong sama istri, dia ikut dampingi susahnya, masak saat sukses aku tinggalin," tegasnya mantap.

Ada satu obsesi yang ingin dia wujudkan, yaitu ingin buat program yang bisa mengajak pelawak-pelawak yang tidak seberuntung dia, untuk bisa diberi kesempatan untuk tampil. Suatu keinginan yang perlu didukung pelawak lain, sebagai rasa ingin berbagi keberuntungan dengan yang lainnya.

Sumber: http://www.rri-online.com/modules.php?name=Hiburan&op=info_hangat_detail&id=155

Tukul Naik Motor Siang Hari Nyalakan Lampu

Selasa 5 Desember 2006, Jam: 6:36:00

JAKARTA (Pos Kota) – Dibanding hari-hari sebelumnya, pengendara sepeda motor di sejumlah jalan di Jakarta, Senin (4/12) sepanjang siang hingga sore sudah banyak yang menyalakan lampu. Upaya menyosialisasikan aturan baru itu, pelawak Tukul, Senin (4/12), mengendarai motor yang lampunya menyala bolak-balik di JL MT Haryono, Jaksel.



Puluhan pengendara tak menyadari bila pengemudi motor di
sebelah mereka adalah pelawak Tukul. Sesekali ia menoleh mengingatkan pengendara lainnya dan mengingatkan agar menyalakan lampu. “Oo… Mas Tukul ya…,” celetuk pengendara motor lain sambil tertawa.

Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Pol Joko Susilo mengakui
belum semua pengendara sepeda motor mematuhi imbauan polisi untuk
menyalakan lampu motor di siang hari serta menggunakan lajur kiri.

“Tapi, perhatian dari masyarakat sudah banyak. Kita akan terus
melakukan sosialisasi,” ujar Joko. Polisi juga belum menilang
pengendara yang tidak patuh. Rencananya Januari 2007 tilang akan diberlakukan.

Dari pengamatan Pos Kota, di sepanjang Jalan MT haryono, Jalan
Sudirman, Jalan Gatot Subroto, serta Jalan Thamrin baru sebagian
pengendara yang menyalakan lampu. Banyak pengendara motor masih cuek. Petugas di lapangan termasuk polwan selalu mengingatkan pengendara yang lampu motornya tidak dinyalakan serta mengarahkan mereka untuk melaju di lajur kiri.

“Sebetulnya kalau lampu dinyalakan terus ya akinya cepat habis
dan boklam lampu juga cepat rusak. Tapi kalau untuk kepentingan kita juga ya tidak apa, dipatuhi aja,” ujar Basuki, karyawan swasta yang berkantor di kawasan Glodok yang sehari-hari naik sepeda motor.

sumber: http://www.poskota.co.id/news_baca.asp?id=27770&ik=3

Tukul Hilang Nafsu

Source : http://majalahsobek.multiply.com/reviews/item/6



Tukul pernah hidup susah. Teman baiknya Tony Q (seorang musisi Reggae dari grup musik Rastafara) bercerita bahwa ia dulu sering memberi tumpangan pada Tukul dan malah sering membayarkan makan Tukul. Tukul dulu pernah mengembara dari panggung ke panggung, mengalami ratusan penolakan (reject) dari berbagai tempat hiburan. Kita masih ingat penampilannya yg kadang-kadang hadir bersama srimulat. Tukul praktis masih nobody waktu-waktu itu.

Dan terakhir sebelum ngetop seperti sekarang ini, yang saya tahu dia sering 'ngetem' di sebuah salon di daerah Kemang. Dan menurut info yg saya terima, Tukul emang nakal dan lucu. Tapi dia tidak pernah kurang ajar sama orang.

Tapi itu dulu. Sekarang..Tukul sudah mampu membelikan rumah mewah bagi ibu tercintanya. Dan juga bagi istri tercintanya dan anak puteri semata wayangnya. Mudah-mudahan Tukul tidak silau dengan kekayaan dan lupa daratan untuk minta kawin lagi alias poligami.

Tukul adalah sosok jujur yg tampil ngocol apa adanya. Justru di situlah kejujuran Tukul menjadi jualan. Tukul tidak pernah terkesan munafik. Dalam sebuah kesempatan, Tukul enak aja ngocol bilang dia pernah mengalami 'hilang nafsu' gara2 melihat sesuatu yg 'buruk' dari pasangannya. Dan lawannya nembak "awas ya mas Tukul, apa istri di rumah gak mendengarkan?" Tukul tertawa lepas dan nyantai aja bilang "lha, saya kan sharing pengalaman aja..." dan loloslah Tukul dari 'penghakiman' massa.

Mr. Growing Up yang Gaptek

Source : http://majalahsobek.multiply.com/reviews/item/7

Acara Empat Mata yang menampilkan bintang tamu selebritas ternama itu banyak dipuji orang. Walaupun para ges star itu bilang tampang mas Tukul konvensional, tapi rezeki modern. Berbicara soal modern, Tukul memang harus terlihat piawai memainkan komputer jinjing (Laptop) yang selalu ada di mejanya saat dia memandu acara itu. "Aslinya saya gagap teknologi. Wong masalah komputer saya nggak ngerti babar blas," ujar mas Tukul kocak.

Tapi, demi tuntutan acara, Tukul pun sering mencoba sebisanya. Nah, saat mencoba mengutak-atik Internet misalnya, Tukul mengaku pernah kehilangan surat elektronik yang harus dibalasnya. "Tiba-tiba terhapus atau hilang," katanya terbahak. Untunglah dia pandai berimprovisasi sehingga surat elektronik yang seharusnya dibaca itu bisa diakalinya dengan penampilan khasnya.

Gara-gara acara itu pula banyak orang menjulukinya mirip Oprah Winfrey. Tapi pemilik nama asli Riyanto itu tak besar kepala. "Wah, masak saya dibilang Oprah. Ya, mestinya saya lebih hebat daripada Oprah," guraunya. Kalau masih gagap dengan dunia maya, lalu dari mana Tukul mendapat berbagai informasi dan ilmu terbaru? Meski tak kuliah, Tukul mengaku mendapat banyak ilmu dari komunikasi dengan banyak orang. "Kata orang dari sana saya ngilmu," ujarnya sambil mengatakan dia juga sering memperhatikan gaya presenter kondang lain. Soal gaya, Tukul mengaku lebih senang dengan gaya khasnya. "Kalau awalnya saya nyemplung sebagai pelawak tapi sekarang jadi presenter, artinya saya punya potensi diri yang oke."

Tapi seiring dengan kedekatan dengan Laptop yang lumayan sering mudah-mudahan Mr. Growing Up gak gaptek lagi.

Didemo,Tukul Tetap 'Nyosor'


Kapanlagi.com - Popularitas Tukul Arwana yang melonjak tinggi berkat program "Empat Mata", tak serta merta pria asal Semarang ini bersikap seenaknya. Semakin popular semakin banyak yang mengamati gerak-geriknya. Salah satu aksinya yang cipika-cipiki (cium pipi kanan cium pipi kiri-red) didemo pelajar SD Muhammadiyah IV Pucang Surabaya tepat di Hari Pendidikan Nasional (2/5).

Dalam aksinya tersebut ratusan pelajar SD tersebut mengusung poster dengan bunyi, "Katrok Boleh Ning Sing Sopan", "Sensor Adegan Perusak Moral" dan masih banyak lagi yang berbunyi senada.

Melalui kepala sekolah SD Muhammadiyah IV Pucang, Solihkin, anak-anak mengharap adegan semacam itu untuk segera dapat dihentikan.

"Kita sama sekali tidak melarang tayangan tersebut, tetapi apakah tidak sebaiknya adegan semacam itu dan penampilan bintang tamu yang sering terlihat auratnya dapat dihindari karena disisi lain kita juga tidak bisa melarang anak-anak menonton."

Sementara Tukul menanggapi dingin protes tersebut, Tukul ternyata bukan Tukul yang "katrok" contoh dari keluguan. Ia tetap akan meneruskan kelakuannya nyosor pipi artis, mumpung masih popular. "Hal yang wajar Tukul melakukan itu, tidak cuman di layar-kaca, diluar pun kalau ketemu artis tetap cipika-cipiki," ujar Teguh asisten Tukul di Universitas Indonesia saat Tukul mengisi acara di Universitas tersebut.

Aksi cipika-cipiki merupakan hasil kreatif tim "Empat Mata", kata Teguh kalau mereka tidak masalah jalan terus. "Lagi pula kita sudah ijin dengan artis yang bersangkutan," tandas Teguh. Jadi selama masih asyik-asyik saja, nyosor tetap lanjut. (kl/wwn)

Tukul: Pelawak Harus Banyak Membaca


Kunci sukses seorang pelawak menghibur orang dan mudah menciptakan
ungkapan baru yang membuat orang terkesan dan tertawa adalah gemar
membaca. Resep ini diungkapkan pelawak yang lagi naik daun, Tukul
Arwana, di Semarang.

Menurut Tukul, budaya membaca akan menambah wawasan seseorang,
sehingga seorang pelawak mudah menemukan ungkapan lucu yang lebih
variatif dan tidak monoton."Buku merupakan jendela ilmu pengetahuan
yang bisa membuka cakrawala seseorang dan lebih mampu mengembangkan
daya kreativitas dan imajinasi kita
," katanya.

Di samping itu, lanjut dia, pihaknya tidak segan menimba ilmu yang
positif dari orang lain sehingga ungkapan menarik dan lucu yang
menghibur bisa diterapkan meskipun mengadopsi pihak lain.

Iklim persaingan ketat yang tak dapat dihindari menuntut pelawak
untuk mencari ilmu sebanyak-banyaknya dengan membaca, sehingga
kemajuan informasi dan komunikasi dapat dikuasai lebih
dulu. "Semangat pantang mundur dan optimisme tinggi menjadi modal
utama meraih kesuksesan
," katanya sambil mengakui, kesuksesan yang
diraihnya bukan tanpa rintangan, bahkan ejekan dan cemoohan dari
orang sering mewarnai kehidupan sehari-harinya.

Sumber: Antara

http://majalahsobek.multiply.com/reviews/item/36

Tukul 'Disobek-Sobek' KPI


Kapanlagi.com - Setelah didemo ratusan pelajar SD di Surabaya, popularitas Tukul Arwana kembali diuji. Kali ini Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) ikut mengecam aksi Tukul di acara Empat Mata. Bahkan lembaga negara yang berfungsi sebagai lembaga pengawas penyiaran itu akan memberikan teguran bagi acara yang tayang tiap Senin sampai Jum'at pada pukul 21.30 -23.00 itu.

Dalam kesempatan usai menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam rangka peringatan hari pers se-dunia, Kamis (3/5), Ketua KPI, Sasa Djuarsa Sendjaja, mengatakan bahwa di dalam tayangan Empat Mata, Tukul beberapa kali mengungkapkan pernyataan verbal yang mengandung unsur pelecehan.

"Dalam perilaku penyiaran, yang namanya kekerasan tidak hanya bersifat fisik saja, tetapi juga dalam bentuk verbal, khususnya pernyataan verbal yang mengasosiasikan daerah vital laki-laki atau perempuan," jelas Sasa.

Lebih lanjut Sasa mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan evaluasi dari rekaman acara Empat Mata. Dari evaluasi yang dilakukan KPI terdapat kesimpulan, pertama memang ada unsur pelecehan, kedua unsur vulgar.

"Kami juga banyak menerima keluhan mengenai hal tersebut dari masyarakat dengan demikian kami sepakat untuk memberikan teguran pada dia (Tukul, Red)," ungkap Sasa.

Dalam tegurannya nanti, KPI secara spesifik akan menunjukkan mana-mana yang masuk dalam kategori kekerasan verbal.

"Dengan demikian kita berharap hal-hal semacam itu bisa dihilangkan dan jangan sampai terulang lagi," pungkas Sasa. (kl/wwn)

'Cipiki Cipika' Dieliminasi, Tukul Arwana Pilih Pasif



Kapanlagi.com - Dalam waktu dekat, adegan cium pipi kiri dan cium pipi kanan (cipiki cipika) yang kerap mewarnai acara bicang-bincang "Empat Mata" yang dipandu Tukul Arwana bakal dieliminasi setelah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melayangkan teguran yang menyebut humor sang pembawa acara menjurus pornografi.

"Saya pasif saja. Biar bintang tamu yang aktif. Sudah saya kurangi, besok Senin (7/5) mungkin juga jarang cipiki cipika," kata Tukul usai pentas di Auditorium Universitas Diponegoro Semarang, Sabtu (5/5).

Tukul mengaku dapat menerima teguran itu dengan lapang dada, karena "cipiki cipika" memang tidak masuk dalam skenario, tetapi murni improvisasi panggung dari pria bernama asli Riyanto itu.

Tanpa harus "cipiki cipika" dengan bintang tamu, Tukul yakin tayangan jenaka itu tetap akan disukai pemirsa. Mantan pelawak Srimulat itu mengaku tidak memperoleh keuntungan dari adegan cipiki cipika itu, kecuali hanya memicu efek jenaka yang memang ditunggu penonton

"Hasil "cipiki cipika" itu apa? Menguntungkan buat saya atau tidak, saya juga tidak paham," kata bekas sopir angkot jurusan Johar-Panggung Semarang itu. (*/erl)

Mr. Tukul Bin Laden

Source : iDa RenATa"



Setelah lama diburu oleh Amerika, ternyata Osama bin Laden bersembunyi di Indonesia. Diapun mengoprasi wajahnya melalui oprasi plastik..
Tapi ternyata di bagian bibirnya banyak dempulan karena dokter memang susah merenovasi bibir nya yang seperti mulut ikan sapu-sapu…Ketok magic pun angkat tangan…!!!!

Wah….ternyata misinya berhasil….
Dengan wajah yang super ancur,ndeso dan kuatroook mampu membuat acara 4 mata jadi topic di berbagai Negara…..

Kami dari :
Fakultas Hukum Universitas Udayana Angkatan 2005 “KENDALI”Kami semua Fans berat mas Tukul dan Acara 4 mata…




SALUT BUAT MAS TUKUL….
SUKSES BUAT 4 MATA….

UNTUK NGATINI, WE LOVE U………………mwaaaa…..mwaaaa…….mwaaaaa………

Bisakah calon grandmaster Indonesia muncul di empat mata ??????

Nara Sumber : muhammad sadaryun"

saya tertarik melihat acara empat mata terutama waktu melihat tamunya adalah anak sekolah yang jualan sate mungkin akan lebih menarik lagi, jika calon grandmaster Indonesia muncul di acara tersebut saya mengetahuinya dari acara liputan 6 sctv
"Masruri menduduki nomor dua" http://www.liputan6.com/view/5,141032,1,0,1178618130.htmldalam kejuaraan dunia catur di Yunani Halkidiki yang menarik dia adalah anak sopir bajaj tapi berita sctv terhenti hanya sampai babak 6 saya coba cari di Internet ternyata hasil finalnya adalah akhirnya masruri menjadi juara nomor 3
untuk kejuaraan Under 11 tapi ternyata lebih impress lagi
ada anak Indonesia lain yang juara nomor 1 untuk kejuaraan under 15
Farid Firmansyah http://www.chess.gr/tourn/2007/GamesFestival07/schools/stands.html

kalau dilihat dari berita SCTV kayaknya effortnya susah untuk memberangkatkan duta bangsa tersebut tetapi mungkin setelah muncul di tv langkah ke depan akan lebih mudah

mudah-mudahan

Kabar Burung Tentang Tukul (Tapi Burungnya Keburu Mati)

By http://cashper.com/2007/03/29/desa-kampung-halaman-tukul-arwana


Wah sepertinya saya jadi latah nih menulis tentang si Tukul ini.Padahal sudah banyak blog yang menulis ttg dia.Setidaknya setiap malam kita bisa tersenyum dan tertawa melihat program Empat Mata ini.

Dan ternyata memang bukan saya sendiri penggemar acara ini dan mungkin banyak masyarakat

Indonesia

Malah mungkin orang bule juga kali yah J yang gemar menonton acara ini.

Saya coba untuk mencari sumber berita tentang dia dari sisi lain dan dari sumber yang layak TIDAK DIPERCAYA.Akhirnya saya dapat berita seperti ini :

Jalannya Tukul Arwana dari desa sampai ke holliwood dan main film disana.

Disclaimer : Semua berita tentang Tukul Arwana dan tokoh-tokoh lainnya di blog ini hanya untuk hiburan dan lucu – lucuan saja.Tidak ada maksud menghina atau mendiskreditkan pihak tertentu.Harap maklum.

Jalannya Tukul Arwana…


langsung saya check pakai google sitemap dan peta

Jakarta malah ketemu jalan H.Dogol di Duren Sawit

Jakarta Timur.

Setahu saya khan nama jalan biasanya ada kaitannya sama nama - nama pahlawan.

Walah mungkin ada yang tahu dimana tempatnya ini jalan….?

Desa kampung halaman Tukul Arwana

Muter

sana – muter sini..klik

sana…klik sini…


Malah dapat ini :



Mungkin karena Tukul sudah berhasil jadi jalan ke kampungnya di aspal mulus…J

Tukul dan rokok

Wah mungkin Tukul lagi nyoba – nyoba usaha baru…

Merknya sama dengan namanya…Abis gimana lagi namanya khan sudah menjadi Brand.



Wah setelah sukses di dalam negeri.Mas Tukul mencoba untuk Go Internasional seperti cita – cita Agnes Monica

Dan menyusul Anggun Sasmi untuk Go International.

Gossipnya di kutip dari koran luar negeri ini :



Enggak sia – sia perjuangan mas Tukul di Holliwood buktinya dengan cepat filmnya sudah dirilis dan beredar disana.Mungkin mereka tahu pangsa pasarnya besar jadi fimnya cepat diproduksi.




hebat khan mas Tukul…



Jangan lupa beli tiketnya kalau mau nonton tukul…

Seperti ini lho tiketnya


Disclaimer : Semua berita tentang Tukul Arwana dan tokoh-tokoh lainnya di blog ini hanya untuk hiburan dan lucu – lucuan saja.Tidak ada maksud menghina atau mendiskreditkan pihak tertentu.Harap maklum.

Wajah Tukul dan Pantat Inul

Saya rasa anda semua pasti tahu siapa itu Tukul. Setidaknya dari aksi-aksi menawannya di acara Empat Mata Trans 7. Begitu heboh, menggelikan, memancing tawa, menghina kanan kiri, peluk kanan-peluk kiri, cium kanan-cium kiri, dan segudang aksi yang lain. Bagi anda yang tinggal di luar negeri dan tidak sempat menonton acara Tukul di televisi, saya cuma bisa bilang : Kasian deh lo…


Dan baru beberapa hari yang lalu saya membaca sebuah tulisan yang sangat bagus di sebuah blog wordpress yang membahas Tukul dengan menghubungkannya dengan Pendangkalan Ruang Publik. Selain itu di blog itu ada tulisan juga tentang Tukul : Tukul atawa Humor ? Humor atawa Tukul ? Saya jadi membuka kembali berkas-berkas (bahasa Inggrisnya : files ?) masa lalu dari kliping-kliping koran dan menemukan apa yang saya cari : Sebuah Opini di Kompas pada bulan Mei 2003 yang berjudul Pantat Inul adalah Wajah Kita Semua yang ditulis oleh Emha Ainun Nadjib. Bung Jay kemudian memuatnya di blognya dengan judul yang sama : Pantat Inul adalah Wajah Kita Semua.

Saya memberikan perspektif yang agak sedikit berbeda dari beberapa tulisan diatas.

Konsep ruang publik (public sphere) pertama kali diperkenalkan oleh seorang filsuf Jerman bernama Jurgen Habermas. Intinya ruang publik adalah suatu ruang/arena dimana setiap warga negara mampu melemparkan opini mereka secara diskursif dengan bebas. Saya tidak membahas konsep ruang publik ala Habermas ini, tapi melihat dari sisi lain sebuah fenomena bernama Tukul dan Empat Mata-nya.

Banyak kritik dan banyak juga pujian menyertai kesuksesan acara Empat Mata. Mengapa acara ini begitu sukses sementara pembawa acaranya hanyalah seorang Tukul (you know what i mean ). Mengapa orang dengan mudah diseret kedalam gaya Tukul memperlakukan mereka ? Mengapa banyak penonton (dan juga selebrity yang diundang) tertawa sementara lawakan dan humor yang dibawakan Tukul lebih bernuansa hinaan fisik, beraroma kekerasan psikologis, dan menyinggung asal-usul seseorang ? Dan segudang mengapa yang lain.

Tukul dan Menertawakan Diri Sendiri

Satu hal yang saya catat dari Tukul adalah kecerdasannya dan kemampuannya dalam menertawakan dirinya sendiri tanpa merasa bahwa dirinya sedang terhina. Pusat semua lawakan yang cenderung sarkasme itu adalah dirinya dan orang-orang disekitarnya (pemain band dan “asisten-asisten”-nya). Butuh suatu kemampuan khusus bagi kita untuk bisa menertawakan diri sendiri. Lebih mudah bagi kita, karena tidak butuh kemampuan lebih, untuk menertawakan orang lain dengan humor-humor yang menjurus penghinaan.

Kita sering salah dalam mempersepsikan sebuah humor. Humor dibangun diatas dasar bahwa seseorang bisa tertawa karena suatu situasi tertentu. Tetapi jika situasi itu diri kita sendiri, saya yakin banyak dari kita yang TIDAK SUDI untuk ditertawakan. Tertawaan orang lain atas diri kita sering bisa dianggap penghinaan terhadap diri kita. Itulah yang membuat batas antara tertawaan (humor) dan hinaan sangat tipis.

Dan seorang Tukul mampu mengaplikasikannya dalam bentuk yang paling kasar sekalipun : menghina dirinya sendiri secara fisik. Siapa dari kita yang mempunyai fisik sempurna sehingga pantas menertawakan orang lain yang berfisik “kurang beruntung” ? Kita tahu kalau Tukul bukanlah seorang yang GANTENG (walaupun kagantengan itu relatif) seperti aktor-aktor tak bisa berakting yang banyak kita lihat di sinetron-sinetron. Tapi kemampuannya membangun humor diatas penampilan fisiknya sendiri justru menjadi suatu pujian bagi saya.

Tapi banyak yang bilang bahwa humor demikian adalah humor yang “tidak mendidik”.

Mari kita lihat lagi sejarah lawakan di tanah air ini. Warkop DKI, Bagito, Ngelaba, Komeng, dan lain-lain membangun lawakannya dengan ciri sendiri. Tetapi salah satu ciri yang tidak ketinggalan bagi adalah : membangun tertawaan atas penampilan orang lain. Terasa begitu mudah menertawakan orang, tetapi terasa begitu sulit menertawakan iri sendiri. Mungkin itulah ciri bangsa kita.

Tidak mendidik bagi sebuah humor mempunyai banyak arti.

Yang pertama adalah, konsumen sebuah lawakan

Lawakan mempunyai segmen tertentu. Dan segmen yang disajikan Tukul adalah segmen masyarakat bawah kebanyakan yang mempunyai persepsi berbeda tentang sebuah humor. Lawakan Tukul bukanlah konsumsi umum untuk kalangan Intelektual dan Cerdik-Pandai di negeri ini. Bagi mereka, lawakan Tukul tidaklah mempunyai makna apa-apa alias tidak mencerahkan dan mendidik dengan berbagai kategori-kategori bagaimana sebuah humor harus mendidik.

Tapi bukan disitu letak kekuatan lawakan Tukul. Bagi masyarakat kebanyakan intinya adalah TERTAWA. Dengan cara apapun suatu tertawaan disajikan, jika itu bisa sejenak menghilangkan kepenatan mereka akan masalah hidup sehari-hari, maka lawakan itu tetap mempunyai makna bagi mereka. Setidaknya untuk menghilangkan stress dan tekanan.

Yang kedua, humor adalah humor dengan batasan jaman, tempat, dan selera. Di luar negeri, humor yang disukai adalah komedi situasi atau komedi romantis. Tapi disini, humor jenis komedi situasi tidak mendapat tempat. Sama seperti jika kita mengandaikan musik. Di negeri luar (Amerika Serikat, misalnya) R & B dan Hiphop adalah musik kaum bawah, tetapi disini saya yakin Dangdut dan (mungkin) keroncong adalah makanan kaum itu. Itulah yang membuat suatu humor bisa berbeda persepsi dan kegunaannya tergantung siapa yang mempersepsikannya. Jadi jangan katakan tidak mendidik jika bagi kebanyakan orang mempunyai manfaat dan menyenangkan. Jangan samakan humor ala Tukul dengan Narkoba.

Yang ketiga, Didalam suatu humor yang dikatakan “tidak mendidik” ada “sesuatu yang mendidik”. Apa itu ? Kemampuan seseorang untuk menertawakan dirinya. Itulah pendidikan yang termuat secara implisit dalam lawakan Tukul. Itu pulalah yang seharusnya dimiliki oleh bangsa ini. Menertawakan diri sendiri mengisyaratkan adanya kecerdasan emosi yang tinggi, dan juga syarat untuk kesehatan mental yang bagus. Jadi kalau seseorang BELUM BISA menertawakan dirinya sendiri, jangan salahkan orang yang BISA menertawakan dirinya dengan alasan TIDAK MENDIDIK. Mengapa tidak mencari hikmah dari “lawakan sarkasme” ala Tukul ?

Tukul dan Kegamangan Beridentitas


Ciri khas yang selalu ada dalam acara Empat Mata Tukul adalah adanya acara peluk-pelukan dan cium pipi kiri-kanan (cipiki-cipika)
menjadi sajian pembuka sebelum seorang tamu undangan masuk ke acara talk-show tersebut. Dan biasanya ritual pembuka itu selalu dibarengi dengan keriuhan penonton. Tertawa menyaksikan aksi yang seakan “tidak pantas” untuk disajikan. Bisa saja ada yang ngedumel :
koq orang sejelek Tukul bisa nyium Tamara Blezinsky ? Koq orang separah Tukul bisa memeluk Nia Ramadhani ? Lha gue yang ganteng gini malah nggak kebagian….!!! Sialan si Tukul

Tapi bukan itu masalahnya. Masalah utamanya adalah apakah ritual pembuka itu menjadi ciri khas kita ? Apakah pantas cium pipi kanan-kiri dan peluk-pelukan menjadi identitas kita dalam berinteraksi satu dengan yang lain. Cium pipi dan pelukan bukanlah ciri khas kita dalam berinteraksi. Kita tidak terbiasa melakukannya apalagi di depan umum dan apalagi jika ditonton jutaan pemirsa di layar televisi. Cium pipi kiri-kanan adalah budaya luar yang kita adopsi dan kita tiru, begitu juga dengan pelukan.

Apakah kita mempunyai ciri tertentu yang menjadi identitas kita jika kita bertemu dengan orang lain ? Apa yang akan kita lakukan ? Berjabat tangan, misalnya, adalah cara khusus ketika kita menyapa orang lain, tetapi apakah berjabat tangan juga adalah ciri asli kita ?

Bagi beberapa orang, cara Tukul bernuansa ketidaksopanan. Tapi ketidaksopanan adalah sesuatu yang relatif. Apa yang sopan bagi orang lain belum tentu sopan bagi kita. Memberikan sesuatu dengan tangan kiri adalah tidak sopan, tetapi bagi orang lain hal itu biasa-biasa saja. Bertemu dengan orang lain (apalagi jika lawan jenis) kemudian berjabat tangan adalah sesuatu yang sopan, tetapi bagi orang lain yang berbeda budaya berjabat tangan saja tidak menunjukkan keakraban, mereka perlu menambahnya dengan cium pipi dan pelukan. Itulah yang sopan bagi mereka. Bagi beberapa orang yang lain mengucapkan salam dengan merangkapkan kedua tangan di dada adalah yang sopan. Jadi mana yang sopan ?

Kita (sebagai bangsa) selama ini cenderung mengadopsi bagaimana cara orang luar dalam berinteraksi. Tetapi kita sendiri tidak membentuk sendiri cara kita (original style bahasa sononya) bagaimana seharusnya dalam berinteraksi. Ketika ada yang menampilkan “sesuatu yang lain”, kita lalu berteriak : “Itu tidak sopan”. Sementara kita tidak punya ciri khas sendiri yang bisa dikategorikan sopan.

Satu hal lain yang saya amati dari Tukul dan Empat Mata-nya adalah kemampuan berbahasa Inggris

(setidaknya pengucapan suatu kata/kalimat dalam bahasa Inggris). Pengucapan Tukul selalu memancing tawa penonton karena terkesan “tidak beres”. Entah pengucapannya yang salah, atau juga pengucapannya betul tetapi dengan aksen dan logat “berbeda”. Maaf, saya tidak ingin menyinggung suku tertentu.

Apa artinya itu ? Saya melihatnya sebagai kegamangan kita dalam beridentitas, khususnya kegamangan berbahasa. Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa segala sesuatu dipandangan “indah dan berkelas” jika menggunakan bahasa asing dan dipandang “jelek dan murahan” jika menggunakan bahasa Indonesia. Rasanya keren abiiissss jika bisa bicara dicampur-campur dengan bahasa Inggris (atau Perancis dan Jerman sekalian), tetapi menjadi kuno dan jadul kalau menggunakan bahasa Indonesia dicampur bahasa daerah.

Padahal bahasa Inggris bukanlah bahasa kedua di negeri ini. Bahasa pertama menurut saya malah bahasa daerah baru setelah itu bahasa Indonesia. Apa yang salah dengan bahasa Indonesia jika kita menggunakan kata-kata seperti unduh, sangkil, dan mangkus dalam berbicara ? Apakah kita lalu menjadi cool dan sophisticated kalau menggunakan kata-kata seperti Residence, Log Off, dan Plaza ?

Keterpelesetan Tukul dalam berbahasa juga menjadi ciri khas kita dalam berbahasa. Sementara kemampuan bahasa kita masih pas-pasan, kita sudah kemana-mana menonjolkan diri bahwa kita bisa berbahasa asing. Kita tidak bangga memakai bahasa sendiri (Indonesia). Bagi kita, bahasa Indonesia itu tidak canggih dan terkesan kuno. Itulah yang membuat kita gamang dalam memiliki identitas, khususnya identitas berbahasa.

==================================

Ruang publik yang disodorkan Habermas bukanlah sebuah ruang publik yang rigid yang hanya boleh berisi ide-ide “mencerahkan” dan “mendidik” dari negara dan kaum intelektualis. Dia juga berisi ide-ide konyol dan penuh humor yang secara bebas dan tanpa tekanan dapat disampaikan oleh setiap warga negara. Ruang publik, sekali lagi, bukanlah sebuah arena dengan pertunjukan interpretasi tertentu, termasuk interpretasi terhadap sebuah humor yang dibawakan secara “kacau”. Jika ruang publik hanya seperti itu, maka diri kita menjadi kering dari emosi dan tanpa nuansa. Tukul tidak sedang mendangkalkan ruang publik, dia memberikan alternatif lain bagi masyarakat bagaimana menyikapi sebuah ruang publik.

Tukul tidak sedang berkotbah atas suatu ideologi di ruang itu. Dia hanya menampilkan sisi lain bangsa ini yang secara kasat mata memang ada tetapi ditiadakan. Jadi jika anda tidak suka menonton Empat Mata, janganlah tonton jika itu hanya akan membuat pikiran anda terhalang. Tetapi biarkan orang berekspresi dengan “selera humor”-nya sendiri (karena selera humor tiap orang berbeda-beda) sebelum humor benar-benar dilarang di negeri ini. Demikian juga dengan goyangan nge-bor ala Inul Daratista. Inul menggambarkan apa yang terpendam dalam ketidaksadaran bangsa ini.

Wajah Tukul dan Pantat Inul adalah Wajah Kita sebagai bangsa. Itulah salah satu ciri kita. Mengapa harus malu untuk mengakuinya ?

Ada persepsi lain ?

Source : http://fertobhades.wordpress.com/2007/03/20/wajah-tukul-dan-pantat-inul/

Tukul steals State Palace show

Comedian-turned-TV host Tukul Arwana (left in photo above) stole the show at the State Palace when he took part in a function there Thursday.

Tukul, a model for several jamu (herbal medicine) products, was invited to attend the opening ceremony of the Fifth National Congress of the Association of Jamu Producers.

Despite his brief appearance at the event, the TV host managed to lure the attention of the majority of those in attendance, including President Susilo Bambang Yudhoyono.

When it came time for an informal session centered on greeting the President, it was Yudhoyono who took the initiative to ask the host of the Empat Mata (Four Eyes) talk show on Trans 7 television station to have their photograph taken.

The President also mimicked Tukul's popular quote in his talk show: "Kembali ke laptop (Let us look back at the laptop)."

It was Tukul's second direct encounter with Yudhoyono after he accompanied the then-chairman of the National Sports Committee Agum Gumelar to an event. The artist did not elaborate on the date of his first meeting with the President.

When asked by palace correspondents, Tukul could not hide his desire to have the President appear on his television program.

"Whenever (the President) is ready, even tomorrow, I will always be there," he said, regretting he did not take the chance to personally invite Yudhoyono onto his show.

After the session with the President concluded, it was the journalists who then asked the comedian to have his pictures taken with them.

Source The Jakarta Post

Tukul, Pinjal dan Kotak Korek Api

Berbahagialah Tukul Arwana. Pelawak yang dulunya pernah berprofesi sebagai sopir pribadi itu kini sudah menjadi milyuner. Hebatnya lagi, sudah tajir tenar pula. Itu semua bisa terjadi karena Tukul bukan pinjal. Lho, apa hubungannya?

Ya, sebagai seorang entertainer Tukul adalah sosok yang berhasil. Acaranya di televisi ditonton jutaan pemirsa. Kehadirannya selalu dinantikan. Orang-orang sepertinya tak bosan menatap wajahnya, yang tidak ganteng itu, di layar kaca. Namun jangan salah, apa yang dia dapat saat ini bukan sesuatu yang instan. Seperti diakuinya, ia bersusah payah melampaui proses yang tidak selalu indah sebelum sukses seperti sekarang. Buktinya, ia pernah menjadi sopir pribadi, pembawa lampu untuk shooting video, penyiar radio dan melakukan apa saja (yang halal tentunya) untuk bertahan hidup di Jakarta.

Harus diakui, Tukul punya semangat dan hasrat yang kuat untuk sukses dan ia terus bergerak untuk meraih impian suksesnya itu. Dalam sebuah wawancara dengan sebuah media cetak, Tukul mengibaratkan dirinya seperti mata pisau yang jelek, tapi terus diasah hingga menjadi tajam.

"Berjuang dengan butiran kristal keringat tentu berbeda dengan mereka yang instan. Saya sudah kenyang diremehkan, dicaci dan dicibir. Saya jalan dari satu kampung ke kampung yang lain, dari satu panggung ke panggung yang lain. Dan, inilah yang sekarang saya terima," begitu kata Tukul.

Menyimak perjalanan sukses Tukul, saya jadi teringat kisah (tepatnya eksperimen) mengenai kutu anjing yang dimasukkan dalam sebuah kotak korek api yang dituturkan sahabat saya Indrawan Nugroho dari Kubik Leadership. Kutu anjing alias pinjal konon merupakan salah satu pelompat terhebat di dunia. Ditopang kaki-kaki yang kuat, dengan ukuran tubuh yang hanya 1-2 mm binatang ini mampu melompat 300 kali tinggi tubuhnya. Namun, apa yang terjadi ketika ia dimasukkan dalam sebuah kotak korek api kosong lalu dibiarkan di sana selama satu hingga dua minggu? Talentanya yang hebat itu tiba-tiba saja musnah. Si pinjal sekarang hanya mampu melompat setinggi kotak korek api saja!

Rupanya itu adalah buah dari akumulasi pengalamannya ketika dimasukkan dalam kotak korek api. Di dalam sana ia mencoba melompat tinggi, tapi karena selalu terbentur dinding kotak korek api ia kemudian mulai meragukan kemampuannya. Sampai akirnya ia menyesuaikan loncatannya dengan tinggi kotak korek api. Aman. Dia tidak terbentur. Dia pun menemukan keyakinan baru bahwa kemampuan melompatnya hanya setinggi kotak korek api.

Nah, ketika dia dikeluarkan dari kotak korek api, rupanya keyakinan barunya tersebut terpatri betul di benaknya, “Aku hanya mampu meloncat setinggi kotak korek api.” Alhasil, si pinjal pun hidup seperti itu hingga akhir hayatnya: Melompat setinggi kotak korek api! Kemampuan yang sesungguhnya tidak tampak. Kehidupannya telah dibatasi oleh lingkungannya.

Bagi kita, kotak korek api itu adalah segala sesuatu yang ada di luar kita. Sesuatu yang menghambat usaha menampilkan potensi kita yang sesungguhnya. Ia bisa berupa omongan, cibiran, cemoohan atau komentar bernada pesimis terhadap apa yang kita lakukan. Bisa juga kondisi tubuh kita yang tidak sempurna, usia yang tak lagi muda atau pendidikan yang tidak tinggi. Ia adalah apa yang kita miliki atau tidak kita miliki pada saat ini yang sering dijadikan alasan untuk mengerdilkan potensi kita lalu menganggapnya sebagai “sudah nasib saya" atau "sudah takdir saya”. Padahal, siapa tahu, kita ditakdirkan lebih baik dari keadaan sekarang dengan sedikit bekerja atau berjuang lebih keras!

Maka, beruntunglah Tukul bukan pinjal. Ia tidak mau rencana suksesnya terhambat oleh kotak korek api berupa kata-kata yang meremehkan, mencaci dan mencibirnya. Beruntung pula dia punya semangat, motivasi yang kuat dan mimpi sukses yang mampu memerdekakan dirinya dari kungkungan kotak korek api tadi. Bila saja Tukul menyerah pada nasib, sampai rambutnya ubanan pun ia akan menganggap menjadi sopir pribadi atau pemanggul lampu shooting video sebagai profesi yang pantas untuk terus disandang wong ndeso miskin seperti dirinya.

Tentunya Tukul tidak sendirian. Lihatlah bagaimana kegigihan Kuntowijoyo (alm.), seorang ilmuwan, budayawan sekaligus sastrawan. Kendati lumpuh dan hanya mampu menggerakkan dua jari tangannya untuk mengetik, setelah sebelumnya mengalami serangan stroke, beliau tetap menulis dan melahirkan karya-karya besar. Kuntowijoyo tidak menyerah pada kotak korek api kelumpuhan.

Begitu pun Kolonel Sanders yang sukses membangun jaringan bisnis fast food setelah usianya melampaui 62 tahun. Atau, Andre Wongso yang tidak menamatkan sekolah dasar namun mampu menjadi motivator nomor satu di Indonesia. Atau, Stephen Hawking, Lucasian Professor of Mathematics di Cambridge University –sebuah jabatan paling bergengsi yang pernah dijabat Sir Isaac Newton– yang tergolek di atas kursi roda, bahkan untuk bicara pun menggunakan pensintesa suara, namun tetap mengajar dan ceramahnya tentang teori penciptaan alam semesta dinanti-nanti orang di seluruh dunia.

Kini terserah Anda, mau jadi Tukul atau pinjal. Tapi, sebelum menentukan pilihan, ada baiknya Anda tahu persis apa saja yang menjadi kotak korek api dalam hidup Anda. Dan, yang tak kalah penting, Anda juga harus tahu apa mimpi sukses Anda.

By Nanang

Ngatini (baru aja cantik 2 hari yang lalu)


Ngatini alias Vega Darwanthy

(Cewek kelahiran Jakarta, 12 maret 1986 ini salah satu waiters yang sering berinteraksi dengan Tukul di Empat Mata. Vega pernah menjadi 35 besar AFI).


saya menjadi pemeran di Empat Mata melalui kasting. Saya ikut sejak episode pertama. Celetukan yang saya lontarkan benar-benar spontanitas. Dampak dari ketenaran Empat Mata, saya sering dipanggil Ngatini (panggilan Tukul di Empat Mata). Mas Tukul selalu merespons celetukan yang saya lontarkan. Saya jadi merasa tidak diremehkan. Saya pernah keceplosan ngomong. Itu karena benar-benar terbawa suasana. Setelah syuting saya ditegur produser. Setelah itu saya semakin hati-hati. Saya dekat sekali dengan Mas Tukul. Kalau ganjen, mungkin ke semua orang dia begitu. Sebenarnya bukan ganjen. Tapi karena dia lucu, jadi enak dekat dia. Menurut saya dia juga orangnya katro. Kemarin HP saya dibeli sama Mas Tukul. Tapi setelah dibayar, dia baru tanya ini merek apa. Saya juga sering diberi job nyanyi sama Mas Tukul. Saya juga dekat dengan keluarganya. Istrinya orang yang sabar. Di Empat Mata semua kru tahu ketika Mas Tukul cium pipi kiri dan kanan bintang tamu, istrinya tidak pernah mau lihat.


Samarinda Pos Online, Minggu, 25 Februari 2007

Punya Mobil berkat Ngatini Vega Darwanthy
Sukses acara variety talk show Empat Mata bukan hanya milik Tukul Arwana. Vega Darwanthy, salah seorang waitress bar yang biasa berdiri di belakang Tukul, juga kecipratan berkah. Tidak hanya makin dikenal orang, gadis yang biasa disapa Tukul Ngatini itu kini mampu membeli sebuah mobil dari hasil keikutsertaannya di Empat Mata.
"Ya, pokoknya lumayan. Kendaraan yang saya pakai sekarang dari hasil Empat Mata," kata gadis yang sudah bergabung bersama Empat Mata sejak episode pertama itu.
Meski kelihatannya hanya berdiri sepanjang acara, menurut Vega, perannya di acara tayangan Trans 7 itu tidak bisa dibilang kecil. Gadis bertubuh seksi tersebut sering dibutuhkan untuk menghidupkan suasana lewat celetukan spontannya. "Kalau sekiranya ada peluang, di situ saya mulai beraksi. Bergantung situasi," papar gadis kelahiran Jakarta, 12 Maret 1986 itu.
Celetukan yang dilontarkan Vega tak selalu berbuah manis. Pernah dirinya mendapat teguran dari tim kreatif karena dianggap telah mengeluarkan kata-kata yang kurang pas. "Waktu itu, saya ngeledekin Mas Tukul. Tapi, ternyata kata-kata saya dianggap kurang sopan. Jadi, saya sekarang lebih hati-hati saja," jelasnya.
Dalam hal melucu, Vega yang sempat masuk 35 besar Akademi Fantasi Indosiar (AFI) itu banyak belajar dari Tukul. Bagi dia, Tukul merupakan sosok yang tidak pelit untuk berbagi ilmu.
Akibat julukan yang diberikan Tukul, saat ini Vega sering dipanggil Ngatini oleh orang-orang di sekitarnya. Dia tidak tersinggung. Vega justru bersyukur karena dirinya kini lebih dikenal orang. "Kalau lagi di tempat umum, sering ada yang manggil aku Ngatini," ceritanya geli.
Sejak namanya dikenal, beberapa orang mulai mengundang Vega untuk menyanyi. "Sebagian besar job nyanyi juga datang dari Mas Tukul," kata gadis yang kini menjadi salah seorang sahabat Tukul itu. (rie)

http://www.sapos.co.id/berita/index.asp?IDKategori=292&id=78646

Reynaldi Transfer Aura Positif


Dari seratus ribu trilliun PM dan email yang masuk ke redaksi majalah sobek, sebagian besar mempertanyakan mengapa Mas Tukul Reynaldi kok sering melakukan pelecehan terhadap tamu-tamunya di acara 4 eis, kata mereka Mas Tukul terlalu ramah (rajin menjamah –red) dan sering curi-curi bahkan cari-cari kesempatan dengan ges star atau bintang tamu terutama yang perempuan… seperti yang dikatakan Mas Tukul sendiri di acara 4 eis bahwa itu semua atas permintaan ges star itu sendiri agar mendapatkan aura positif dari Mas Tukul…hehehe... seharusnya penonton bisa positif thinking kepada Mas Tukul karena di akhir acara Mas Tukul juga bilang bahwa acara 4 eis itu just for laugh dan just for kidding, tidak bermaksud melecehkan orang lain, Saya bisa pastikan mereka semua yang mengatakan bahwa Mas Tukul melakukan pelecehan bisa dikatakan kutu kupret yang katroooo….

hidup Rey... Rey... Reynaldi....

Empat Mata : Edisi Valentine

Hehehe.... gak ada kerjaan nih. Barusan aja kota Malang diguyur hujan lebat. Menjelang malam cuaca menjadi dingin. Daripada bengong, mendingan pinjam laptop teman, terus main internet bermodalkan hot spot dari kampus Universitas Brawijaya. Hidup gratisan~~~



Ada yang nonton acara EMPAT MATA kemarin malam di Trans|7? Berhubung kemarin tanggal 14 Februari [hari Valentine], topiknya ya gak jauh-jauh tentang kasih sayang gitu deh. Bintang tamu pertama kali yg datang adalah sepasang kakak beradik Marcella dan Olivia Zalianty. Gileeee.... Marcella yg mengenakan gaun merah benar-benar cantik dan manis. Kontras dengan sang adik, Olivia, yang tomboy itu. Wekekeke.... Oh iya, kemarin malam Olivia sempat dikerjain dgn cara menakuti-nakuti dgn belalang. Ternyata dia sangat phobia dgn belalang. Sampe teriak-teriak histeris gitu. Kasian deh Oliv....

Bintang tamu yg kedua adalah pasangan suami istri mantan aktor dan aktris film jadul, Sophan Sofian dan Widyawati. Sophan entah kenapa pas awal aku melihat kayaknya sok banget. Sampe Tukul sungkan banget utk ngerjain tuh orang. Ternyata memang gayanya aja yg gitu. Sophan baik juga kok orangnya. Agak narsis sih, kerjanya kemarin malam nyanyi lagu Elvis Presley mulu walaupun suaranya memang bagus hehehe.... Tukul juga bagus tuh bisa membuat Sophan tersenyum dikit. Dengan cara pas mo ngomong ke Sophan, Tukul pake mbungkuk-bungkuk, pake nge-lap sepatunya, dll. Lucu dan natural banget....

Anjasmara dan Dian Nitami jadi pasangan bintang tamu ke tiga yg dalam dalam acara tersebut. Hmmm.... aku kurang suka ama mereka berdua. Dian orangnya sok pinter. Sedangkan Anjas sok keren. So..... mereka berdua ke laut aja deh.

Akhirnya bintang tamu ke empat sekaligus yg terakhir adalah Big Dicky. Itu tuh manusia terbesar yg ada dalam acara Ngelenong Yok. Lumayan lah ama orang ini. Jadi bahan guyonan mulu ama Tukul.

Kemarin malam si pelayan yg bernama Vega alias Ngatini siiippp benar!!! Keliatan cakep dr pada hari-hari sebelumnya. Rambutnya lebih coklat, dicurl [biasanya lurus] dan pakaiannya sexy abis. Gak tahan liat pahanya yang putih mulus itu *mimisan*

Oh iya, hampir lupa. Best momen kemarin malam: TUKUL MEMBERIKAN SETANGKAI BUNGA MAWAR UTK SANG ISTRI. Lumayan terharu juga aku menyaksikan momen itu. Aku baru tahu kalo sang istri ternyata selalu menemani Tukul tiap episodenya. Setia ya hehehe... apa gak apa-apa tuh sang istri tiap episode melihat Tukul cipika cipiki mulu ama artis cewek cakep? Hehehe.... Well, mas Tukul. Cuman mau ingatin aja nih. Kalo dah banyak duit jgn berpikiran untuk selingkuh, kawin lagi atau poligami ya. Awas kalo sampai terjadi. Aku kutuk abis-abisan. Cukup Aa Gym aja yg poligami. Wekekekeke.....

KITA KEMBALI KE LAP......TOP!!!

oleh : Spawnist

Empat Mata : Edisi Imlek

EMPAT MATA: EDISI IMLEK

Seandainya Hari Raya Imlek jatuh pada hari senin, dijamin deh acara EMPAT MATA: Edisi Imlek bakal ditayangkan secara live [langsung]. Sama seperti EMPAT MATA: Edisi Valentine kemarin itu. Well, gak masalah sih. Okay, next question....



Bintang tamu yang datang pertama kali adalah Femmy. Sebenarnya aku heran nih. Kenapa juga dia bisa dipilih lagi? Masih banyak kok artis-artis keturunan Tiong Hoa yang lebih muda, cakep dan seksi. Seperti Femmy biasanya, nih cewek memang terlihat genit. Padahal udah punya suami dan anak. Apa mungkin dia berbuat itu karena takjub berhadapan langsung dengan sang cover boy, Tukul? Bisa jadi. Alhasil, Femmy dikerjain terus ama Tukul. Lumayan lah bisa mengocok perut pemirsa.



Peggy Melati Sukma datang sebagai bintang tamu kedua. Sama.... kali ini juga aku heran. Kenapa juga dia bisa terpilih untuk hadir dalam acara tersebut? Tapi ya, mungkin tim kreatif EMPAT MATA mempunyai alasan tersendiri. Lagipula yang namanya Peggy khan bukan artis sembarangan. Nih orang otaknya cerdas dan brilian. Kelihatan kok dari cara berbicaranya. Oh iya, Peggy di sini mempromosikan sebuah produk kartu operator selular. Akhir-akhir ini acara EMPAT MATA banyak diselingi dengan promosi ya. Baguslah kalo begitu. Penghasilan Tukul mungkin bisa bertambah dan menyaingi penghasilan-nya David Beckham. Hehehehe....



Nah, bintang tamu selanjutnya yg datang adalah si Kolang Kaling. Eh salah, maksudnya Tina Toon. Sumpah deh. Nih anak yang cerewetnya minta ampun secara habis-habisan diejek mulu ama Tukul. Tina-pun tidak mau kalah juga. Dia mengejek Tukul dgn caranya sendiri. Wakakakaka... Acara-pun jadi semakin meriah dengan kedatangan artis cilik yang bisa goyang patah-patah ini.

Alena, sang penyanyi spesialis lagu-lagu Mandarin yang cantik itu datang sebagai bintang tamu ke-empat. Wuih.... putih, bersih, mulus lagi. Menggenakan pakaian khas Cina semakin keliatan ke-sexy-an seorang Alena. Terutama saat dia duduk di sofa. Tersingkap sedikit pahanya yang mulus itu. Kalo udah gini sih, aku langsung meleleh. Hohohohoho.....Dia sempat menyanyi. Suaranya lumayan baguslah walaupun logat Malang bercampir Cina-nya masih nampak.

Dan, bintang tamu terakhir adalah si Ucup. Lupa nama aslinya siapa. OMG... aku baru tahu nih kalo dia itu keturunan Tiong Hoa. Dia kulitnya agak hitam sih. Makanya gak keliatan banget.

Overall, acara EMPAT MATA: Edisi Imlek kemarin malam biasa aja kalo bisa aku bilang begitu. Mungkin karena off-air jadinya kurang gereget gitu. Coba seandainya ditayangkan secara live? Dijamin semangat abis deh. Walau gitu, lumayanlah untuk tontonan sebuah hiburan. Kalo banyak tertawanya entar disangka tontonan orang sakit jiwa kali. Hehehehe.....

Hampir lupa, Dian [sang pelayan satunya lagi itu tuh....] terlihat sangat HOT sekali!!! Waowww.... memakai pakaian khas Cina bewarna hijau muda dengan belahan paha yang tinggi hampir ke pangkal paha. Terlihat jelas deh pahanya yang mulus itu. Tidak lepas mataku selalu menatap pemandangan indah itu. Hahahaha.... Sayang Vega alias Ngatini tidak memakai pakaian sexy seperti Dian itu. Dia pake celana jeans sih.

HUWAAAA......!!! Ada Vampire.... tolooooong!!!! Eh, itu si Pepi ya? Kirain tadi Vampir. Hampir saja jantungku copot. Ta' sobek-sobek mulutmu nanti.

Jangan lupa, hari Rabu besok EMPAT MATA akan ditayangkan mulai jam 21.30 WIB [setengah jam lebih awal]. Soalnya hari rabu besok adalah hari spesial sebab acara EMPAT MATA telah memasuki episode yang ke-100. So, saksikan terus aksi Tukul dan kawan-kawan hanya di EMPAT MATA!!!!

Tambahan: Aku ucapkan GONG XI FAT CHOI buat saudara-saudara kita yang merayakannya. Dan, hidup GUS DUR!!!


Ditulis oleh,
Anthony Sinaga
http://spawnist.multiply.com