Jurus Jitu Menghindari Selingkuh ala Tukul


Tukul Arwana juga mempunyai jurus jitu menghindari perselingkuhan yakni dengan mengiraukan segala godaan yang menjurus ke sana. "Saya enggak sampai jatuh bangun mikirinnya," ujar pria yang terkenal dengan kumis di ujung bibir ini. Tukul sendiri mendefinisikan selingkuh adalah jika seorang suami atau istri melirik orang lain dengan perasaan khusus hingga diaplikasikan.

http://www.kapanlagi.com/h/0000002152.html

Tips Sukses ala Tukul #10 : Fokus dan Konsisten


Dalam meraih kesuksesannya, Tukul ternyata berusaha fokus dan konsisten dalam bidang yang diyakininya, yakni dunia lawak. Bidang lawak ini secara terus-menerus dicobanya agar ia memperoleh eksistensi. Kalaupun pada saat tertentu ia banting setir dalam bidang lawak, hal tersebut dimaksudkan hanya untuk menyambung hidup. Kemudian ia kembali lagike bidang lawak.

Konsistensi Tukul ini ternyata membuahkan hasil yakni dengan munculnya Tukul sebagai host di acara Empat Mata. Memang tidak mudah mempertahankan konsistensi dalam suatu bidang tertentu sebab tawaran-tawaran lain terkadang lebih menggoda, walaupun hal tersebut keluar dari bidang yang ditekuninya selama ini. Kiat Tukul untuk tetap konsisten dan fokus di bidang lawak ini rupanya patut diacungi jempol. Cara yang pernah ditempuh Tukul ini patut dijadikan contoh.

Sumber : Tukul ‘katro’ Arwana, the face country and the money city

Tips Sukses ala Tukul #9 : Hidup Sederhana dan Bersahaja


Banyak kisah artis yang kemudian berubah pola kehidupannya setelah bergelimang dengan uang. Hal demikian ini sepertinya tidak dilakukan oleh Tukul. Ia tetap sebagai seorang pria ndeso yang santun dan sederhana. Dalam soal makan, misalnya, seperti pernah disampaikan Susiana, istrinya, “ Mas Tukul makannya gampang, paling senang dibuatkan oseng kangkung, oseng kacang panjang, urap, telur mata sapi, tempe goreng, bakwan jagung dan mi instan.”

Tukul menyukai makanan biasa bukan karena mengirit. Menurut Susiana, jika memasak makanan mahl pun, jarang disentuh Tukul. Sesekali pernah dibuatkan rendang atau ayam bakar. Saat itu memang dimakan, tapi besoknya pasti kembali dia pilih jajan makanan yang biasa-biasa lagi.

Kesan sederhana sangat dirasakan kawan dekatnya. Teguh adalah salah seorang kawan dekat Tukul yang membantu menangani segala keperluan Tukul. Misalnya menerima telepon, mengatur jadwal wawancara dengan wartawan atau bernegosiasi harga dengan calon klien. Dikatakan bahwa Tukul sekarang adalah Tukul yang tetap ramah, bersahabat dan sosok teman yang apa adanya.

Sumber : Tukul ‘katro’ Arwana, the face country and the money city

Tips Sukses ala Tukul #8 : Berbagi Ilmu Kepada Orang Lain


Prinsip hidup Tukul yang lain adalah berbagi ilmu kepada orang lain. Berbagi ilmu ia yakini akan membukakan pintu rezeki. “Kalau kamu memudahkan pintu rezeki orang lain maka rezekimu akan dimudahkan,” ujarnya. Karena itulah, ia mengumpulkan orang-orang yang ingin berhasil dan ia tampung di poskonya untuk dibimbing menjadi orang sukses. Kepada kawan-kawannya yang ingin sukses itu Tukul memberi nasihat bahwa untuk menjadi artis itu tidak mudah. Untuk menjadi orang sukses juga tidak gampang. Perlu ketekunan, perlu ada pembelajaran melalui proses waktu, dan tidak bisa seperti tukang sulap. Dan kata Mas Tukul : “Berbagilah ilmu kepada orang lain, jangan takut kalau orang yang kamu bagi ilmu itu menjadi lebih pandai, justru dengan membagi ilmu kepada orang lain maka ilmu kamu akan bertambah”

Sumber : Tukul ‘katro’ Arwana, the face country and the money city

Tips Sukses ala Tukul #7 : Menjaga Kualitas Ibadah


Hal yang tidak banyak diketahui dalam diri Tukul adalah soal menjaga kualitas ibadahnya. Walaupun ia telah meraih kesuksesan, tetapi hubungan dengan Sang Khalik tetap dijaganya. Setiap syuting, Tukul selalu mengawali dengan doa bersama dengan para penonton yang hadir di studio.

Tukul juga mengakui bahwa dirinya harus terus banyak bersyukur. Salah satunya dilakukan dengan rajin beribadah. Bahkan sejak tahun 1983, ia selalu membaca syahadat dan salawat nabi setiap saat. Tidak jarang ia merenungkan makna hakikat sebagai hamba Allah.

Sumber : Tukul ‘katro’ Arwana, the face country and money city

ips Sukses ala Tukul #6 : Menghargai Orang Lain


Seseorang yang sudah sukses cenderung berperilaku sombong, kurang menghargai orang lain, dan maunya dihormati. Tukul tidaklah demikian. Ia memiliki prinsip positive thinking, tidak pernah merendahkan orang lain atau pun mengecilkan orang lain. Sebaliknya ia lebih suka membesarkan (hati) orang laindan menghormati orang lain. Menurut Tukul, kesombongan itu akan menjadi bumerang bagi diri sendiri dan akan merugikan diri sendiri.

Sumber : Tukul ‘katro’ Arwana, the face country and the money city

Tips Sukses ala Tukul #5 : Bekerja Keras dan Jujur


Rahasia sukses Tukul yang lain adalah ia mau bekerja keras dalam menjalankan setiap pekerjaannya. Ia juga sangat menjunjung tinggi kejujuran. Seperti diungkapkan oleh Alex, Tukul adalah salah seorang perantau yang rajin dan sangat menjunjung tinggi kerja keras dan kejujuran. Terbukti, selama tiga tahun menjadi sopir pribadinya, Alex tidak sedikit pun pernah dikecewakan.

Tukul juga sangat disiplin dan menghargai waktu. Ia selalu berusaha tepat waktu dalam menjalankan setiap pekerjaannya. Hal ini telah diakui oleh para mitra kerjanya. Tujuannya tidak lain agar mitra kerja Tukul selalu puas dan mau menggunakan jasanya lagi.

Sumber : Tukul ‘katro’ Arwana, the face country and the money city

Tips Sukses ala Tukul #4 : Bersedia Terus Belajar


Tukul merasa bahwa dirinya bukanlah berasal dari kalangan serba cukup dan bukan dari keluarga yang mempunyai banyak fasilitas maka ia merasa harus terus belajar. Semangat belajar Tukul sangat tinggi. Hal ini bisa dilihat tatkala ia bekerja sebagai sopir pribadi Alex Sukamto. Mantan majikannya ini sempat heran dengan kemauan belajar Tukul yang sangat tinggi.

Seperti pernah diceritakan Alex bahwa setiap gajian, Tukul selalu menyisakan uang untuk beli buku. Alex tidak menyangka bahwaseorang sopir seperti Tukul ternyata mempunyai hobi membaca buku. Lebih mengherankan lagi, buku-buku yang dibacanya adalah tentang psikologi, politik dan lain-lain.

Tukul mengakui bahwa dirinya memang tidak pintar. Ia biasa-biasa saja, tetapi ia senang membaca bacaan apa saja. Ia juga senang mengobrol bertukar pikiran. Dari kegiatan membaca atau mengobrol inilah ia bisa mendapatkan ilmu dan kemudian dijadikannya bekal untuk masa depan.

Di tengah kesibukannya yang cukup padat, ia selalu berusaha menyempatkan diri untuk membaca. Ia sadar bahwa bacaan akan membuatnya tidak terbelakang. Ilmu yang semakin bertambah diyakini akan semakin menambah kemampuan dirinya sehingga ia mampu menjadi seorang penghibur sejati.

Sumber : Tukul ‘katro’ Arwana, the face country and the money city

Tips Sukses ala Tukul #3 : Hidup Itu Harus Berproses


Mas Tukul yakin betul bahwa hidup itu merupakan sebuah proses. Tidak ada ceritanya hidup langsung sukses, langsung kaya, atau langsung ngetop tanpa melalui sebuah proses. Mas Tukul sangat memegang prinsip bahwa yang terpenting dalam hidup adalah proses. Dan ia telah membuktikannya dengan menjalani sebuah proses yang cukup panjang, berliku dan tidak sedikit ia harus menghadapi tantangan yang begitu berat.

Berjuang dengan butiran kristal keringat tentu berbeda dengan mereka yang meraih kesuksesan dengan cara instan. Mas Tukul sudah sangat kenyang diremehkan, dicaci dan dicibir. Namun, semuanya ia lalui, ia jalani tanpa menyimpan dendam. Ia jalan dari kampung ke kampung, dari panggung ke panggung yang lain dengan penuh keyakinan suatu saat bisa meraih kesuksesan. Ternyata, sukses itu akhirnya datang juga.

Sumber: Tukul ‘katro’ Arwana, the face country and the money city

Tips Sukses Ala Tukul #2 : Tidak Pilih-Pilih Pekerjaan


Tawaran pentas tidak pernah dipilih-pilih. Di mana pun dan kapan pun tawaran itu ada maka akan dijalaninya dengan penuh rasa tanggung jawab dan sikap profesional. Barangkali dari sikap inilah banyak tawaran justru mengalir dan membawa rezeki.

Sementara di kalangan artis, tindakan selektif dalam memilih tawaran job sudah biasa. Bila dipertimbangkan untung ruginya tidak seimbang maka tawaran tersebut akan ditolak. Hal ini tidak pernah dialami Tukul.


Sumber : Tukul “katro” Arwana, the face country and the money city

Tips Sukses ala Tukul #1 : Ikhlas Mengerjakan Apa Saja


Ini adalah rangkaian tips sukses dari Mas Tukul Arwana, dan ini yang pertama…

Tukul tidak pernah merasa gengsi atau rendah diri mengerjakan pekerjaan apa pun. Mulai menjadi sopir omprengan, sopir pribadi, kerja di tkang pembuatan pompa, menjadi modl figuran, menjadi pembawa acara dan lain-lain. Semuanya dikerjakan dengan tingkat keseriusan tinggi.

Teguh, salah seorang yang biasa mengatur jadwal kegiatan Tukul, pernah mengatakan, “Bisa dibilang Mas Tukul paling semangat kalau dengar ada kerjaan. Apa saja pasti dia kerjakan.”

Sumber: dari Tukul “katro” Arwana, The Face Country And The Money City

WAWANCARA (IMAJINER) DENGAN TUKUL ARWANA


Belum lama ini wartawan belummandi secara tidak sengaja bertemu pelawak, presenter, fotomodel sekaligus tukang ledeng ngetop Tukul Arwana. Kesempatan bertemu di sebuah mimpi buruk malam Jumat itu menghasilkan sebuah wawancara mengenaskan. Nah, berikut ini petikan wawancara dengan beliau, silakan dinikmati sambil nyabutin bulu kaki.

Belummandi (bm) : Malam Mas Tuk, senang sekali rasanya bisa bermimpi wewawancarai sampeyan. Ini benar-benar anugerah bagi saya.

Tukul Arwana (TA) : Anugerah bagi kamu, bagi saya ya musibah. Biasanya saya ini selalu hadir di mimpi-mimpi artis-artis cantik kayak Angelina Sondah, Asmirandah, Natalie Sarah, Ike Nurjanah... pokoknya yang belakangnya pake AH, AH...

Bm : Ooo... berarti termasuk Ida Kusumah, Waljinah dan Jujuk Juwariyah yah...?

TA : Wah... sampeyan ini pinter juga ya? Pasti di sekolah dulu selalu dapet rangking 4 dari 5 murid ya...

Bm : He he... Mas Tuk, ngomong-ngomong saya ini bintangnya Libra juga, sama seperti sampeyan. Tapi kok kayaknya rejeki kita beda ya?

TA : Bukannya berbeda... ini namanya keadilan. Lihat saja tampang saya sering dijelek-jelekkan orang, tapi rejekinya.. woowww... Lha sampeyan, kan tampang udah lumayan... lumayan ancur juga maksudnya... tapi rejeki pas-pasan. Ini sudah sesuai kayak timbangan, lambangnya Libra. Tapi jangan khawatir, meski kutu kupret, kalau terus berusaha dan berdoa pasti kamu bakalan sukses juga. Sukses diketawain orang... ha ha...

Bm : Enggak malu punya casing yang sering diolok-olok orang?

TA : Jangan salah, meski casing kayak gini, tapi yang penting dalemnya... men sana in corpore sano...

Bm : Artinya?

TA : Kamu maen ke sana, aku main ke sono...

Bm : Enggak bosan tiap hari kembali ke laptop?

TA : Bosan gimana? Lha wong dibayar.. he he... Saya kembalikan ke pemirsa yang jumlahnya triliunan itu, kalau mereka masih suka saya why not? Buktinya kontrak saya di Four Eyes bakal diperpanjang hingga 3 juta episode.

Bm : Mas Tukul ini tiap hari dicium artis-artis cantik, adakah artis cantik yang belum pernah dicium dan nyium Mas Tukul?

TA : Wah, kalau di Indonesia kayaknya semua artis cantik sudah pernah menikmati aura wajah saya. Yang belum pernah dan saya kepengen banget itu malah artis luar negeri, Angelina Jolie.

Bm : Wah yo jelas susah itu Mas...

TA : Bukan, bukan masalah susahnya... saya cuma ndak enak sama kembaran saya, Brad Pitt, mosok saya nyiumin istrinya...

Bm : Jadi Mas Tuk ini kembar sama Brad Pitt?

TA : O iya... malah kembar tiga... yang satu sama pohon nangka... Puass?! Puass kamu ?!

Bm : Mas, bahasa Inggris Anda termasuk lumayan... lumayan menggelikan... pernah belajar di mana?

TA : Jangan menghina ya? SOBEK-SOBEK LAMBEMU !! Saya ini sudah lama ngetop di luar negeri, di sini aja telat... baru sekarang aja demam Tukul... Ceritanya begini, waktu itu saya di London melihat anak-anak kecil sana kok pinter-pinter ngomong Inggrisnya, cas cis cus... beneran lho... heran saya... mau tidak mau saya nggak mau kalah dan tertantang belajar bahasa Inggris, mosok kalah sama anak kecil...

Bm : Oke, ternyata pengalaman Mas Tuk ini hebat banget ya? Saya salut lho sama sampeyan...

TA : Muji-muji... pasti habis ini minta tanda tangan ya? Pengen foto bareng ya? Ndeso tenan kamu ini...

Bm : Nggak kok Mas, saya malah mo minta modal buat buka usaha, pinjem 100 juta donk...

TA : Emangnya saya ini mesin ATM apa? Ngimpi kamu..!! Sana bangun trus kembali ke pohon, jangan lupa mandi!

Bm : Lho Mas... lho jangan disuruh bangun... ini pertanyaannya masih banyak...

Saat itu juga wartawan gadungan belummandi kembali ke dunia nyata, bangun dari mimpi jorok. Setelah ngucek-ucek mata, maka pekerjaan yang harus dilakukan saat itu adalah: nyuci sarung bantal yang basah oleh iler... weekkk...

Kisah tersebut di alam nyata adalah fiktif belaka, meskipun nyata di alam mimpi. Kesamaan nama tokoh sangat disengaja demi mendongkrak popularitas. Terima kasih sebesar-besarnya terhadap Mas Tukul Arwana atas ketidaktahuannya tentang wawancara ini, ampun Mas... ampuuun.... (wku)

Oleh : wkurniawan
Location: Solo, Central Java, ID

Don't judge the book by it's cover. Jangan nyimpen buku di dalem koper... ntar dikira lemper...

Sumber : http://belummandi.blogspot.com

Ngatini Ingin Kembali….


Di tengah popularitasnya yang tengah naik daun sebagai pembawa acara dan bintang iklan, Vega 'Ngatini' Darmawanti masih memendam hasrat untuk dapat kembali bersekolah.

"Meski sekarang lagi banyak sekali tawaran pekerjaan, tapi aku tidak mau ngoyo dan sebenarnya aku mau kembali lagi melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi," kata Ngatini yang kondang sebagai tim kreatif bersama Tukul di acara Empat Mata, ketika ditemui di sela promo sebuah produk jamu di Samarinda, Sabtu (12/05).

Ia mengatakan ingin sekali mewujudkan cita-cita masa kecilnya, yaitu menjadi seorang dokter.

"Sejak kecil aku memang ingin sekali jadi dokter supaya bisa menolong orang dan penghasilannya juga besar," kata gadis berusia 21 tahun itu sambil bercanda.
Ia juga mengaku bukan tipe artis "aji mumpung" yang menggunakan popularitas yang sedang menanjak untuk merambah ke bidang lain demi menambah penghasilan.

Meski demikian, ia mengatakan memang tidak mudah untuk membagi waktu di tengah rutinitas kerja yang membuatnya semakin sibuk. Karena itu, ia mengaku tengah mencari cara untuk membagi waktu agar dapat bersekolah lagi.
"Konsekuensi kerjaku memang sangat menyita waktu. Waktu istirahat untuk tidur saja bisa cuma tiga jam tiap hari. Tapi aku sudah bertekad ingin melanjutkan sekolah dan belajar itu kan tidak mengenal batas usia," katanya. (*/rit)



sumber : http://www.kapanlagi.com/h/0000171546.html

Top 10 Jargon Tukul Arwana di Empat Mata


Hebat banget acara Empat Mata yang tayang setiap Senin - Jumat pukul 22:00 - 23:00 WIB di Trans7. Biasanya cuma siaran Liga Inggris yang bisa bikin saya harus naik benerin antena TV di atas genteng, tapi karena sekarang Empat Mata sudah jadi tontonan paling menghibur abad ini di seantero jagat, rela deh bolak-balik benerin antena biar bisa ketawa bareng mas Tukul Arwana yang ndeso, culun dan katro itu, tapi kaya. Sebuah hasil akhir yang menurut saya menyalahi teori, karena yang kaya itu biasanya yang nggak ndeso, nggak culun dan nggak katro.

Berikut ini, Top 10 jargon (menurut saya) yang sering diucapkan oleh mas Tuyul Tukul di acara Empat Mata-nya.

Kembali ke laptop!
Silent please!
Ta’ sobe’-sobe’ mulutmu!
Puas??? Puas???
Ndeso!
Katro!
Culun!
Kutu kupret!
fish tu fish (ini pasti maksudnya face-to-face. ndeso!)
Just kidding and just for laugh
Jangan sampe ketinggalan trend dengan tidak menggunakan ungkapan-ungkapan di atas dalam percakapan sehari-hari. Kalau temen anda ngomong dengan ungkapan di atas dan anda malah bengang-bengong nggak ngerti, berarti anda emang culun, ndeso dan katro! Mending kembali aja ke goa!

Apa?! Nggak suka? Ta’ sobe’-sobe’ blogmu! :))

Ungkapan-ungkapan di atas juga dapat menambah keharmonisan dalam kehidupan berumah tangga, apabila diucapkan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya. Jadi, nggak perlu ke dukun segala, syirik itu.

Ok, ok. Kembali ke laaappp toooppp.

Ada ungkapan lain yang terlewat nggak ya? Tambahken ya kalau masih ada ungkapan-ungkapan lainnya. Siapa tau nanti yang ngasih komentar di sini, diundang ke acara Empat Mata biar bisa fish to fish dengan Mas Tukul. Diundang ndasmu!

sumber:http://blog.denysri.com/personal/top-10-jargon-tukul-arwana-di-empat-mata/

Strategi Pemasaran dan Positioning Empat Mata

Suka tidak suka, faktanya Empat Mata saat ini memang sedang menikmati kesuksesannya. Menurut saya, kesuksesan itu tak lepas dari strategi pemasaran yang dilakukan Tukul, segenap pemain pendukung, beserta tim kreatifnya. Antara lain:

. Dare to be different
Dari segi materi lawakan, Tukul cukup orisinil dan up-to-date dibandingkan rekan-rekan seprofesinya. Sebagai seorang pelawak, jam terbang Tukul Arwana memang sudah cukup tinggi — sejak menjadi penyiar radio hingga bermain dengan Srimulat dan pemain senior lainnya.

. Determine your own fame
Laptop dan PDA sebenarnya kontradiksi mengingat Tukul memosisikan dirinya sebagai wong ndeso dan katro. Tapi siapa sangka, “kembali ke laap.. toopp..” justru menjadi roket pendorong kesuksesan Tukul. Lebih-lebih, trademark laptop dan PDA terbilang mampu mengalahkan kompetitor lain dan menyampaikan komunikasi secara lebih efektif pada audiens.

. Make an emotional connection
Mengingat sebagian besar penduduk Indonesia masih hidup di garis yang serba pas-pasan, jokes Tukul berhasil membuat koneksi emosional dengan mereka. Bila menonton sinetron (yang menonjolkan serba kemewahan) membuat mereka minder, menyimak Empat Mata justru membuat mereka bisa menerima diri mereka apa adanya tanpa harus merasa malu. Feelings of closeness, affection, dan trust inilah yang memikat banyak penonton.

. Internalize the brand
Sebenarnya internalisasi merek lebih pas diterapkan untuk tangible goods. Namun, Empat Mata sebenarnya sudah melakukan internalisasi nilai-nilai dan ide-ide yang komprehensif dan koheren, serta secara konstan terus-menerus ditampilkan dan dikomunikasikan dalam setiap tayangannya. Sungguh, ini merupakan cara mengikat pemirsa dengan sangat efektif.



sumber : http://nofieiman.com/2007/03/vega-dian-tukul-arwana-empat-mata/

‘ORANG LAIN, PEJABAT JUGA BEGITU’

Tukul didemo anak-anak SD, pas di hari Kebangkitan Nasional. Mereka protes adegan cium pipi kanan-kiri antara Tukul dengan bintang tamu cantik-cantik seksi yang selalu dapat aplaus meriah di ‘Empat Mata’.

Selasa malam lalu, di ruang rias Studio 9 Trans 7, Tukul bersantai di sofa, ngobrol dengan kru.


Ia baru pulang balik hari Jakarta-Bandung untuk acara ‘Ketawa in Campus’.

Nampak tak begitu lelah, Tukul melempar senyum pada siapa saja yang menatapnya, juga yang baru sekali itu bertemu. Layaknya selebriti, Tukul juga sabar melayani permintaan foto bersama.

Saat acara ‘Empat mata’ direkam, anak sematawayangnya, Novita Eka Afriana, 8, asyik main di belakang panggung bersama anak tetangga. Para tetangga Tukul memang sering jadi suporter di studio bersama istri Tukul, Susiana.

Menurut Susiana, suara-suara miring itu tak terlalu mengganggu suaminya.

“Biasa saja, itu sudah garis Allah. Kita tinggal mendengar saja orang ngomong apa, nggak usah dibawa emosi,” ucap Susi.

Tukul pun tak suka mengendapkan masalah dalam hatinya.

“Saya suka menganalisa, seperti berita satu tahun ini, terus menengok ke belakang, mengingat yang buruk-buruk, buat saya itu menghabiskan energi,” kata Tukul


Tidak Silau

Meski dikelilingi bintang tamu cantik-cantik, Tukul mengaku tidak silau.

“Saya bisa mengendalikan diri, semua itu tergantung bagaimana niat kita. Karena mencari nama itu susahnya bukan main, saya nggak mau merusaknya,” ungkap Tukul.

“Mental saya sudah kuat, nggak kaget dengan kemewahan, kekayaan, popularitas. Biasa-biasa saja,” lanjutnya.

Soal protes cipika-cipiki dengan yang bukan muhrimnya, Tukul langsung bereaksi.

“Saya terima dengan lapang dada, tidak banyak cing-cong, tidak ada lawan-lawan. Saya malah senang karena ini tantangan untuk menggali materi yang lebih segar dan cerdas.”

Menurutnya, tanpa rapat-rapat segala dengan tim kreatif Trans 7, Tukul langsung tak lagi bercipika-cipiki.

“Nggak ada (cipika-cipiki, Red) ya nggak apa-apa. Untungnya apa, ruginya apa, saya juga nggak tahu,” ucap Tukul.


Maunya Apa Sih?

Ternyata Tukul Sekedar Ikut-ikutan. “Kan kalau ketemu orang, saya lihat orang-orang lain, ada pejabat juga, kan begitu, kesannya modern. Saya hanya ikut-ikutan sebetulnya. Nggak ada tujuan apa-apa, nggak ada memanfaatkan bintang tamu, wong saya punya anak istri.”

“Menurut saya lebih bagus bebas tapi sopan. Kalau diminta kayak begitu ya nggak apa-apa. Sebetulnya itu kan maksudnya, ini lho wong elek iso ngambung wong ayu (orang jelek bisa mencium orang cantik, Red), bukan wong ganteng ngambung wong ayu. Orang jelek juga berhasil kalau punya kemampuan, semangatnya itu, tak ada tujuan aneh-aneh,” lanjutnya.

Protes juga ditujukan pada pakaian bintang tamu perempuan yang dinilai tidak sopan dan humor Tukul yang sebagian dinilai porno.

“Maunya apa sih sebetulnya, saya pelawak, tujuan saya kan menghibur saja. Banyak ujian, bencana, mungkin stres atau gimana, kerjaan saya menghibur, bikin orang ketawa, tersenyum. Tak ada niat di benak saya untuk melecehkan, bikin kejelekan orang atau membodohi. Makanya di akhir acara, saya selalu bilang just kidding, just for laugh.”


Toh Pipinya Nggak Lecet

Susi juga tak terlalu memberatkan hati dengan komentar-komentar orang tentang suaminya.

“Saya kalau kayak gitu-gitu nggak saya masukkan dalam hati. Omongan kurang enak, masuk telinga kiri, keluar telinga kanan. Saya tahunya Mas Tukul bekerja,” kata Susi.

Malah teman-teman dekat Susi yang suka gemas melihat Tukul bercipika-cipiki.

‘Sus, kamu nggak cemburu melihat Tukul cipika-cipiki?’ Susi menirukan pertanyaan teman-temannya.

“Sudah biasa, itu pekerjaan. Ngapain cemburu, dia capek-capek kerja cari uang. Boleh-boleh saja saya cemburu kalau bisa mencari duit kayak Mas Tukul. Apanya yang mau dicemburui, toh pipinya nggak rusak, nggak lecet, pulang utuh,” kata Susi.

Susi juga tak khawatir Tukul kecantol pada salah satunya.

“Kecantol sama siapa, mereka kan sudah punya suami, ganteng-ganteng,” kata Susi, tertawa kecil.


Tak Ketemu Anak, Sedih

Dulu, ketika melihat Susi pertama kali, Tukul yakin dialah perempuan baik yang bisa dijadikan istri. Susi yang saat itu kasir di supermarket di daerah Blok S, Kebayoran, bertemu Tukul di jalan.

“Tukul memberi kartu nama, ada nomor pagernya. Karena penasaran beneran atau tidak, esoknya saya hubungi pagernya, ternyata benar dia,” kenang Susi.

Dari obrolan di pager, keduanya lalu sering bertemu.

“Setelah pacaran setahun satu bulan, kami menikah,” lanjut Susi. Susi merasa, Tukul dulu dan sekarang tidak berubah.

“Dari awal, istri saya komitmen, pekerjaan saya pelawak, tidak ada pensiun, tidak ada uang bulanan, nggak jelas. Dia mau, ya sudah,” cerita Tukul.

“Dasar rumah tangga itu, niat kita main-main atau serius. Dengan istri, saya jaga komunikasi dan perhatian. Nomor satu pulang, aku cari anak. Habis dari luar kota, pulang nggak ada anak, saya sedih,” tutur Tukul.


‘Adikku Tukang Ojek’

Siapa menyangka, Tukul yang tampak serba gemerlap dan mengkilap di layar kaca ternyata disikapi dengan wajar oleh keluarga besarnya yang bersahaja.

Ayahnya, Abdul Wahid yang usianya sudah berkepala tujuh di Semarang, masih menjahit di pinggir jalan.

“Mbetulin kerah baju, menembel yang sobek-sobek. Sekali nembel, upahnya dua ribu sampai tiga ribu rupiah,” cerita Tukul, apa adanya.


Ibunya Tukul sudah meninggal.

Kakak pertamanya, Siti Rondia di Semarang, tamatan SMEA, jadi pedagang serabutan.

“Ada tv, jual tv. Ada motor, jual motor. Nggak punya tempat, disebut makelar bisa juga,” kata Tukul.

Kakak keduanya, Siti Kowiyah, tamatan SMP, juga di Semarang, jualan rombengan (baju-baju bekas) di pasar.

Adiknya, Sutadi, tamatan SMP, jadi tukang ojek. Sutadi yang sudah lebih dulu menikah ini sejak tahun 2004 tinggal di rumah Tukul, sementara istri dan anaknya di Semarang.

Sutadi ingin sukses seperti Tukul, makanya ia suka ikut casting di sana-sini.

“Kalau nggak ada casting, dia narik ojek. Penginnya seperti saya tapi nggak gampang, di Jakarta berat sekali, tergantung kemampuan, keyakinan dan percaya diri,” tutur Tukul.

“Siapa tahu nanti dapat iklan pengaman anjing terbaik,” kata Tukul mencandai Sutadi.

“Castingnya sering, gagal melulu. Dia hidup untuk gagal,” seloroh Tukul, tidak membuat Sutadi tersinggung. Adiknya ini malah mesam-mesem.

Bukan berarti Tukul membiarkan keluarganya hidup susah.

“Mereka senang kehidupan seperti itu. Saya memberikan kasih sayang dengan perhatian dan memberi apa yang mereka minta. Kita tidak bisa memaksa kemampuan orang, tiap orang punya kapasitas,” tutur Tukul.


Culun-culun


Lucunya, semua saudara Tukul punya panggilan unik.

“Rondia dipanggil Cemplon, Kowiyah dipanggil Ceplis, saya Riyanto dipanggil Tukul, Sutadi dipanggil Bendel. Keluarga saya tuh pokoknya katro-katro (ndeso-ndeso) semua, culun-culun,” cerita Tukul, tanpa beban.

Tukul tidak malu dengan itu semua.

“Untuk kasih contoh masyarakat, orang harus kerja keras. Makanya kalau ada orang enak-enakan, saya nggak senang. Orang jangan enaknya saja, susah juga harus dinikmati.”

Kowiyah, saat dihubungi via telpon, mengaku keluarga di kampung bangga dengan kesuksesan Tukul.

“Senanglah, namanya anak sudah jadi artis, adik sudah jadi artis. Tukul sayang sama saudara, sayang bapak, kita minta bantuan ya dibantu,” cerita Kowiyah dengan logat Jawa medok.

“Saya mau diajak umroh, berangkatnya 10 hari sebelum bulan Juli,” lanjut Kowiyah, gembira.

Meski adiknya sudah ngetop, Kowiyah tak gengsi jualan baju, celana dan kaos bekas.

“Wong kebiasaan tuh, memang saya hobi, kalau disuruh duduk yo nggak enak,” katanya.

Sama seperti Kowiyah, Sutadi juga bersikap sama. Ia tak merasa harus risih menjadi tukang ojek.

“Kalau ngojek, saya tetap ngantri sesuai urutan,” cerita Sutadi, polos.

Menurut Sutadi, kakaknya itu orang yang tegas dalam hidup.

Di pinggir jalan depan rumah, Tukul membuat pangkalan ojek ‘Ojo Lali’.

“Ojo lali itu kan artinya jangan lupa, don’t forget, walaupun kamu di Jakarta harus ingat keluarga di kampung. Ketika berhasil, ingat waktu belum berhasil,” cerita Tukul.


Tak Ingin Pindah ke Pondok Indah


Begitu padatnya jadwal Tukul, sampai-sampai dia menawarkan kalau WI mau berkunjung ke rumahnya, datang saja pukul 06.30 pagi.

“Kalau jam setengah tujuh nggak datang, saya tinggal loh Mbak. Karena saya mau mengisi suara iklan Poldan Mig dan Ardiles.”

Tukul memang selalu menekankan disiplin waktu dalam bekerja. Alasan macet dan lain-lain hanyalah klise buatnya.

Maka Rabu pagi, 23/5, terlihatlah sebuah rumah petak yang di tahun 1999 masih menjadi rumah kontrakannya yang sering kali ia nunggak membayar sewa, kini telah melebar ke atas, kanan, kiri dan depan hingga berpetak-petak. Semuanya milik Tukul, beberapa pintu ia jadikan rumah kontrakan, dua pintu untuk base camp manajemennya.

Segera Tukul bicara dengan bahasa makanan. Duduk lesehan di salah satu rumahnya, pembantu Tukul menghidangkan teh manis hangat, mi rebus, krupuk dan gorengan.

“Ini halal, barokah, enak, ayo dimakan,” kata Tukul, ramah.

“Tamu cepat pulang kalau lapar dan ngantuk,” lanjutnya.


Tukul memiliki 18 karyawan.

“Jangan sebut karyawan lah, orang yang ikut di rumah ini, itu saja,” protes Tukul.

Kalau mau, bisa saja Tukul pindah rumah ke Pondok Indah, katakanlah tetanggaan sama Inul Daratista. Tapi Tukul memilih tetap tinggal di tengah perkampungan di Cipete, Jakarta Selatan.

“Saya senang sosialisasi sama tetangga. Hidup ya begini, ada motor lewat, anak kecil lari-lari, ada yang teriak-teriak, itu saya senang,” tutur Tukul, serius.

Jadi Motivator

Tukul tidak merasa gelisah, tapi…, “Ada orang yang menilai saya lagi booming ini, banyak yang datang ke sini. Artinya datang aneh-aneh, perempuan, laki-laki, muda, tua, orang jauh-jauh, ada yang minta sumbangan. Saya bilang, saya memberi sekian dengan tulus ikhlas, cuma yang membuat saya bertanya-tanya, ada yang menunggu lama-lama, mengharapkan saya sekian, secara psikologis saya merasa maksudnya apa. Kalau sekali-kali dan banget-banget, nggak apa-apa, kadang rekayasa-rekayasa, kesannya dimanfaatkan,” cerita Tukul.

Awalnya Tukul merasa terganggu.

“Setelah saya hadapi dengan pikiran positif, malah saya kasih santapan rohani, bukan siraman rohani. Kalau siraman kan kena matahari, kering. Kalau santapan, dimakan, masuk,” kata Tukul.

“Saya terangkan, di tempat saya ini untuk mendapat Rp 5000 – Rp 10.000 harus dengan kristalisasi keringat. Benar-benar mencarinya tuh menunggu-nunggu, adik saya masih ngojek, menunggu berjam-jam untuk dapat uang Rp 5000. Yang jaga rumah saya, sehari dapat Rp 20.000, sebulan Rp 600.000. Dia menunggu sehari untuk dapat Rp 20.000,” cerita Tukul.

Maksudnya, Tukul ingin menekankan pentingnya kerja keras, ketekunan, pantang menyerah dan tak kenal capek.

“Keinginan tuh harus dikejar dengan ketekunan,” ucapnya.

Tukul lebih senang jadi motivator.

“Membuat yang pesimis jadi optimis, yang tidak pede jadi pede, yang lemah jadi kuat.” (Siti Afifiyah)

Tukul VS SBY-JK

"Tak sobek-sobek mulutmu" teriak Tukul Arwana ke Christine Hakim, disusul kalimat yang jadi trade mark Tukul "puas... puas... puas...?!" Tukul-pun terus meroket semenjak menjadi host program Comedy Talk Show "Empat Mata". Memang talk show yang dibawakan Tukul ini sangat unik dan berbeda dengan talk show lainnya. Perancang acara ini membuat Empat Mata sebagai sebuah talk lupa berbagai kejutan-kejutan tidak hanya untuk penonton saja, namun juga untuk bintang tamu ataupun host.

Selain menawarkan informasi, Tukul juga menyajikan komedi yang segar. Dia memang seorang Commedian yang multitalent, dapat menghibur kita sampai terpingkal-pingkal dengan celotehan spontan yang segar.

Tukul Arwana, yang mengaku "wong ndeso" alias orang desa ini selalu memposisi kan dirinya sebagai orang yang jelek, bodoh dan kampungan. "Face country money city" begitu katanya berseloroh, yang kira-kira berarti wajah kampung rejeki kota.

Acara Tukul ini mulai ditayangkan Mei 2006 di TV7, sebelum berubah menjadi Trans 7. Saat itu TV7 melihat potensi Empat Mata semakin digemari pemirsa. Acara yang semula hanya sekali dalam seminggu ini, kemudian ditingkatkan menjadi seminggu 2 kali, naik lagi menjadi 4 kali, dan kini menjadi 5 kali seminggu, Senin sampai Jumat.

Fenomena Tukul ini agak-agak mirip dengan Inul, orang desa yang meroket dengan cepat. Semoga selanjutnya Tukul tidak bernasib sama seperti Inul, yang kini makin merosot populeritasnya.

Pada awalnya Tukul hanya dibayar Rp 3.5 juta per episode, kemudian seiring dengan ratingnya yang terus meroket, fee Tukul pun meningkat menjadi Rp 7 juta per episode. Tapi kini dengar-dengar Tukul menerima honor Rp 20 juta setiap kali muncul di Empat Mata, sedangkan jika kita ingin menanggap Tukul, kita harus rela mengeluarkan dana sekitar Rp 40 juta untuk 2 jam pertunjukkannya.

Bukan hanya itu saja, Tukul-pun dikontrak sebanyak 260 episode oleh Trans 7. Bisa dibayangkan pendapatan Tukul dari Empat Mata pun meroket menjadi Rp. 5.200.000.000,- belum termasuk acara-acara di luar itu, plus honor dari iklan-iklan yang makin banyak dibintanginya.

Tukul, yang lahir pada 16 Oktober 1963 tersebut bernama asli Riyanto. Berasal dari Semarang. Ketika tim TV 7 menghubunginya pertama kali, Tukul sempat kaget saat diminta sebagai pembawa acara talkshow, "Biasanya pembawa acara talkshow itu S3 atau S2, minimal S1, lha wong saya ini hanya SMA kok membawakan talkshow?" begitu kenangnya.

Namun tim TV7 yang saat itu dikomandani Apollo menyakinkan Tukul, bahwa justru begitulah "ramuan khusus" dari acara Empat Mata, yaitu tampil unik beda dari yang lain.

Ramuan khusus ini mengingatkan kita pada buku-buku seri "for dummies", seperti Finance for Dummies, Sex for Dummies dan lain sebagainya yang meledak penjualannya di seluruh dunia.

Populeritas SBY-JK

Lain Tukul lain juga SBY-JK. Kalau Tukul populeritasnya terus meroket, sebaliknya SBY-JK populeritasnya terus merosot.

Tiga tahun lalu saat dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden, popularitas SBY mencapai 80% dan Kalla 77%, namun sekarang makin merosot ke posisi 49,7%, sedangkan Jusuf Kalla tinggal 46,9%.

Ini menurut Lembaga Survei Indonesia, yang melakukan survei pada 17-24 Maret 2007 di 33 provinsi dengan responden 1.238 orang. Menurut Direktur Eksekutif LSI Syaiful Mujani situasi perekonomian yang makin memburuk merupakan penyebab utama anjloknya popularitas duet SBY-JK.

Popularitas di bawah 50% adalah situasi yang membahayakan, karena telah menembus ambang batas psikologis. Ini merupakan indikator bahwa kepuasan publik pada kinerja Presiden dan Wakil Presiden sangat rendah. Kurang dari 50% dari pemilih nasional yang merasa puas dengan kerja Presiden. Ini merupakan tingkat kepuasan publik terendah terhadap kerja Presiden SBY sejak dua setengah tahun lalu ia dilantik menjadi presiden.

Dibanding sekitar dua setengah tahun lalu (November 2004), kepuasan terhadap SBY menurun sekitar 30%, dan jika dibandingkan dengan Desember 2006, kepuasan publik pada SBY menurun sekitar 17%.

Juru Bicara Presiden Andi Mallarangeng mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta supaya penurunan popularitasnya, dapat diambil hikmahnya untuk bekerja lebih baik.

Menurut Andi, hal yang paling penting adalah survei itu merupakan masukan bagi pemerintah untuk melihat apa saja yang harus dilakukan. "Apa yang bisa dipertajam, diperbaiki untuk bisa menjadi lebih baik dalam melindungi meningkatkan taraf hidup rakyat," katanya.

Lain halnya dengan Menkominfo Sofyan Djalil yang berpendapat anjloknya popularitas Presiden SBY dalam hasil survei LSI tidak mencerminkan hal yang penting. "Survei itu sangat kondisional. Itu tidak mencerminkan apa-apa," kata Sofyan. "Di AS saja hasil survei naik turun. Tidak masalah," ujarnya.

Pendapat mana yang lebih tepat, semuanya akan kembali kepada kita semua. Ya kita semua sebagai rakyatlah yang bisa merasakan apakah kita saat ini cukup puas dengan kinerja SBY-Kalla atau tidak.

Manajemen ekspektasi

Jika melihat hasil survey yang sangat tinggi saat SBY-JK dilantik, sebetulnya kita bisa melihat bahwa rakyat sebenarnya memiliki harapan yang sangat tinggi terhadap duet SBY-JK. Maklum pasangan ini merupakan hasil dari pemilihan langsung yang pertama terjadi di negeri ini.

Namun rupanya, harapan rakyat tersebut tidak kunjung terpuaskan dengan berbagai kinerja SBY-JK, yang faktanya bukan semakin baik, namun justru semakin buruk.

Nah, jadi apa yang kita bisa pelajari dari dua kasus di atas? Manajemen ekspektasi! Ya Tukul tidak pernah menjanjikan apa-apa, dia tampil bahkan dengan menonjolkan berbagai kelemahannya, baik pendidikannya, penampilannya, bahkan Tukul selalu mengingatkan kita bahwa ia hanyalah orang desa yang masuk tivi. "Keadaanku seperti kutu kupret." katanya mengelikan.

Sehingga publikpun tidak memiliki ekspektasi atau harapan apapun terhadap Tukul, dan menganggap Tukul adalah bagian dari publik. Publik pun menjadi kagum dan tercengang-cengang ketika Tukul dengan bantuan Note Booknya, ternyata bisa berpikir luar biasa dalam bahasa dan gaya yang sangat biasa.

Hal ini justru terjadi sebaliknya pada kasus SBY-JK, yang dari awal mulanya memang mau tidak mau harus tampil dengan berbagai janji yang super muluk. Penampilannya pun harus selalu klimis sempurna. Namun justru inilah yang menjadi bumerang, ekspektasi atau harapan publik yang sengaja dibuat melambung sangat tinggi ini tidak dapat dipenuhi. Wajarlah kalau kekecewaan publik pun makin menggunung, dan makin hari makin besar.

Dalam guraun rakyat sehari-haripun sering kita dengar orang-orang berseloroh, "SBY-JK membuat rakyat stress, Tukul membuat rakyat tertawa."

Manajemen ekspektasi adalah masalah strategis bagi kita semua, baik Presiden, Tukul, perusahaan, produk atau siapapun dan apapun yang memerlukan dukungan publik untuk bisa exist.

Sampai di sini apakah kita perlu mengangkat Tukul yang "katro" tapi menyenangkan itu menjadi presiden? Wah embuh lah, he..he..he.. nggak tahu.....lebih baik kita kembali ke....LAP TOP!



Bisnis Indonesia Minggu, 08-APR-2007

Bintangi 'OTOMATIS ROMANTIS', Tukul Tak Perlu Casting

Kapanlagi.com - Nama Tukul Arwana memang tak perlu diragukan lagi dalam bidang entertainment. Bahkan ia bisa dibilang mengalahkan beberapa selebriti lain seperti Tora Sudiro, Marsha Timothy, Wulan Guritno, Chintami Atmanegara, Dwi Sasono, Tarsan, dan Poppy Sovia. Ini dibuktikannya dengan terpilih membintangi OTOMATIS ROMANTIS tanpa melalui casting seperti bintang lainnya.

Film OTOMATIS ROMANTIS adalah debut sutradara Guntur Soeharjanto di layar lebar yang naskahnya ditulis Monty Tiwa. Dalam film ini Monty Tiwa juga bertindak sebagai produser bersama Monica Armi Soraya, perempuan yang selama ini lebih dikenal sebagai pemain sinetron dan asisten sutradara.


Monica mengatakan, dalam film perdana yang ditanganinya di bawah Insan Sinema Indonesia (ISI) Production ini, Tora dan Marsha terpilih melalui casting pemain bersama dengan bintang lainnya, tapi lain halnya dengan pemilik kumis lele, Tukul Arwana.


"Hanya Tukul Arwana saja yang terpilih tanpa melalui proses casting, sebab saya sudah mengincar komedian ini untuk bermain di film OTOMATIS ROMANTIS. Kesuksesan dia tentunya menjadi daya tarik sendiri yang menambah nilai jual film ini," katanya.


Berbicara mengenai film, Monty Tiwa mengatakan daya tarik film OTOMATIS ROMANTIS ini terletak pada ceritanya yang menghibur dan berisi pesan-pesan positif. Ia berharap film ini menjadi pembangkit munculnya film-film komedi segar berplot sederhana ala 80an seperti film RAMADHAN DAN RAMONA atau KEJARLAH AKU, KAU KUTANGKAP.


Film ini mulai diputar di bioskop pada 16 Januari dan akan mengadakan roadshow ke tujuh kota dalam waktu dekat bersama para pemainnya. (*/boo)

Di Mekkah, Tukul Ngaku Cover Boy

Kapanlagi.com - Bukan Tukul Arwana namanya kalau tidak bisa membuat ketawa orang-orang di sekitarnya. Bahkan saat beribadah di Tanah Suci, Tukul kerap menjadi pusat perhatian orang-orang yang mengenal dirinya. Bahkan tak sedikit jamaah yang meminta foto bersama dirinya.

"Waktu di sana, banyak yang minta foto, bahkan orang luar ada yang tanya, 'Who is that?' saya jawab, 'This is the best cover boy'," kelakar Tukul dengan logat Inggris saat ditemui usai mendarat di Bandar Udara Internasional, Soekarno Hatta, Cengkareng, Tangerang, Banten, Rabu (26/12).


Tukul tidak berangkat sendiri saat menunaikan ibadah ke Tanah Suci. Bersamanya, pria asal Semarang itu juga menghajikan Susiana, istrinya, seorang bibi, dan sahabat sekaligus guru spiritualnya, Gus Tanto.


Tukul mengaku banyak hikmah yang berhasil dia petik dari ibadah haji pertamanya itu. Tukul yang beberapa waktu lalu begitu fenomenal sebagai pembawa acara dengan bayaran selangit, merasa kecil di hadapan Ka'bah. "Cuma memakai pakaian Ihram. Rasanya nggak ada apa-apanya. Kesempatan yang baik untuk introspeksi diri," ujarnya.


Saat menjalankan ibadah, istri Tukul tengah hamil empat bulan. Kandungan Susiana, jelas Tukul, sama sekali tidak menghambat niat dia dan istrinya untuk beribadah. "Kalau ada yang bisa ditinggalkan, ganti dengan membayar dam (denda bagi para jamaah haji-red). Yang penting hati-hati saja," katanya.


Bagi Tukul, pengalaman yang paling menarik selama di sana adalah saat mengunjungi Gua Hira. "Nggak semua orang bisa sampai sana. Kalau niatnya nggak kuat bisa kecapaian duluan. Jalannya menanjak. Beruntung sekali saya bisa sampai di sana," katanya. (kpl/fia)

"Demam Tukul" Tak Akan Pengaruhi Kehidupan Sosial

"Demam Tukul" Tak Akan Pengaruhi Kehidupan Sosial

Yogyakarta (ANTARA News)- Seorang pakar sosial dan politik di Yogyakarta menilai 'demam Tukul' yang terjadi saat ini tidak akan mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat.

"Acara yang dibawakan oleh Tukul sebenarnya hanya sebuah hiburan yang dikomersialkan oleh pebisnis televisi," kata Prof Sunyoto Usman PhD, akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Senin.

Dunia hiburan seperti halnya acara `Empat Mata` memang dihadirkan untuk mengikuti selera pasar. Pasar sendiri menghendaki hiburan yang gampang dicerna, instan, dan tidak memerlukan interpretasi untuk mengetahui maksudnya.

Lawakan yang dilontarkan Tukul memang gampang dicerna, tidak seperti lawakan lain, misalnya 'Bagito` atau ludruk yang bagi pendengar umum perlu 'mikir' untuk mengetahui pesan yang akan disampaikan.

Mengomentari tentang aksi `mengolok-olok` yang menjadi ciri acara berdurasi satu setengah jam itu, ia mengatakan hal itu hanya merupakan cara untuk menghadirkan kesan lucu.

Ungkapan `Puas...puas!!!` yang dikeluarkan Tukul tiap selesai diolok-olok, bukan suatu ungkapan menghina. Dalam dunia lawak memang seperti itu, jika tampil dengan format kuartet, trio, atau duet biasanya salah satu akan dikorbankan untuk menjadi bahan olok-olokkan.

Dalam acara yang ditayangkan Trans7 ini, Tukul tampil bersama bintang tamu, sehingga yang menjadi bahan ejekan adalah bintag tamu atau dirinya sendiri.

Ditanya mengenai kontribusi lawakan Tukul bagi pendidikan, Sunyoto mengatakan tidak ada kontribusi signifikan terhadap pendidikan masyarakat, karena ini sekedar seni massal yang tujuannya menghibur semua lapisan.

"Lawakan semacam ini mudah dicerna dan akan membuat penonton tertawa sejenak," katanya.

Menurutnya, inilah bukti kehebatan para pemilik modal untuk mengeksploitasi sesuatu guna memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.

Ketenaran sosok Tukul ini merupakan sesuatu yang 'unpredictable', dari seseorang yang dianggap remeh menjadi seseorang yang terkenal. Suatu saat nanti masyarakat akan jenuh sendiri kemudian akan diganti sosok lain, katanya.

Tukul sendiri, kata dia, memiliki kekuatan melakukan dekonstruksi yang hebat, artinya bintang tamu yang identik dengan sesuatu yang `glamour`, cakep, dan `untouchable` dijadikannya sebagai seseorang yang biasa saja.

Sedangkan televisi sendiri memiliki kemampuan melakukan dekonstruksi pemirsa bahwa `host` tidak harus cakep dan pintar.

Ketika ditanya tentang fenomena `laptop tukul` dan `laptop DPR`, Sunyoto mengatakan bahwa anggota DPR hanya mencari alasan pembenaran saja dengan menjadikan Tukul sebagai stimulan untuk mendapatkan fasilitas laptop. (*)

Sumber : http://www.antara.co.id/arc/2007/3/26/demam-tukul-tak-akan-pengaruhi-kehidupan-sosial/

Thia LARANG TUKUL LES INGGRIS



Nama lengkap gadis berusia 23 tahun ini adalah Madhatillah. Gadis yang akrab disapa Thia ini adalah salah satu tim kreatif EM. Ia sudah bergabung dengan tim kreatif EM sejak awal acara ini ditayangkan. Kini, Thia menempati posisi sebagai Senior Creative EM. Namanya sering dipanggil Tukul tatkala mengalami kesulitan dengan draft pertanyaan untuk bintang tamu yang terpampang di layar laptop.

Tugas rutin Thia memang menyiapkan draft pertanyaan untuk memandu Tukul saat berhadapan dengan bintang tamu. Tugasnya tidak hanya itu. Jauh sebelum satu buah episode EM ditayangkan, Thia harus melakukan serangkaian tugas yang cukup panjang. Bersama dengan tiga rekannya, Thia bertugas menetapkan isi sebuah program acara. Ia harus menentukan konsep/ tema, rundown (susunan acara), dan talent (pengisi acara).

"Untungnya saya diberi kebebasan untuk memilih dan membeli majalah atau buku yang bisa dijadikan referensi untuk mengembangkan ide. Jadi, enggak pernah merasa kehabisan ide," papar Thia yang ditemui NOVA sesaat sebelum syuting EM, Rabu (18/4) lalu.

Selanjutnya, Thia harus memikirkan bintang tamu yang sesuai dengan tema yang akan diangkat. Untuk menentukan bintang tamu, Thia mengaku harus melakukan riset lebih dahulu. "Bintang tamu yang didatangkan biasanya akan dipilih yang bisa mendatangkan rating dan share tinggi dalam program acara," ujar Thia.

Selama syuting berjalan, Thia akan mengontrol jalannya acara agar sesuai dengan rundown dan script (naskah) yang telah dibuat tim kreatif. Thia juga membantu Tukul saat mengajukan pertanyaan pada bintang tamu. Dan, Thia menggunakan bantuan laptop untuk membuat daftar pertanyaan.





"Ketika saya membuat sebuah pertanyaan dengan memakai istilah tertentu dalam bahasa Inggris atau istilah yang asing bagi Mas Tukul, saya harus menuliskannya dalam bahasa eja/ bahasa baca yang sebenarnya. Kalau enggak, nanti pasti akan dibaca apa adanya oleh Mas Tukul," ungkap Thia seraya tersenyum.

Thia juga menceritakan, pernah suatu saat salah satu bintang tamu mengintip apa yang tertera di layar laptop. Tiba-tiba saja ia tertawa. "Saat itu saya mengetik kata last night dengan las nait," ujar Thia yang melakukan hal itu untuk memudahkan Tukul membaca istilah bahasa asing dengan benar.

Tim kreatif EM memang selalu berusaha agar acara ini selalu tampil segar dan tidak membosankan. Mereka harus berusaha keras menampilkan gimmick-gimmick yang seru. Harapannya, Tukul bisa membuat guyonan lebih segar serta muncul kelucuan yang tak terduga.


Nah, untuk menghidupkan suasana talk show, Thia sengaja menuliskan istilah-istilah yang sulit secara apa adanya. Sudah bisa ditebak, Tukul akan salah mengeja atau membaca istilah itu. Buntutnya gerr, penonton pun tertawa terbahak-bahak. Lucunya, Tukul langsung protes. "Thia, aku ini sudah bodoh, jadi tambah kelihatan bodoh," ujar Thia menirukan Tukul. Dan hal-hal tersebut ternyata menjadi selling point tersendiri untuk tayangan ini.

Gara-gara sering dikerjain oleh tim kreatifnya, Tukul sempat mengungkapkan keinginannya untuk les bahasa Inggris. "Saya malah mencegahnya untuk ikut les. Nanti acara jadi enggak seru lagi. Karena hal itulah acara ini jadi lebih hidup," papar Thia.

Nama Thia sebagai pembuat daftar pertanyaan di laptop, kerapkali disebut Tukul selama program ini ditayangkan. Tentu saja nama Thia semakin lekat di benak penonton setia EM. Thia pun mengaku senang. Rekan-rekan di kantornya kerap meniru memanggilnya dengan gaya Tukul. "Gayanya memang khas saat Mas Tukul manggil saya. Seperti manggil pembantu saja, deh. Teman-teman jadi sering ikutan tertawa saat mendengarnya," imbuhnya.

'OTOMATIS ROMANTIS' Disambut Antusias di Bandung

Kapanlagi.com - Para pelanggan setia Kartu As Telkomsel yang tergabung dalam komunitas 'Gen Asik' diberikan kesempatan untuk menjadi penonton pertama di Kota Bandung yang berkesempatan menikmati film OTOMATIS ROMANTIS garapan sutradara Guntur Suharyanto. Pemutaran film yang dibintangi Tora Sudiro, Tukul Arwana, Marsha Timothy, Wulan Guritno dan yang lainnya itu berlangsung di Studio Ciwalk-21, Kota Bandung, Minggu (20/1).

"Film ini menyuguhkan pola unik, ketika mereka saling berinteraksi dan berkomunikasi selalu muncul konflik yang tak terduga. Kadang lucu, tapi di lain waktu terdengar menggelitik," kata salah seorang mahasiswa dari 'Gen Asik' usai menyaksikan film debut Guntur Suharyanto itu.


Hampir selama 106 menit, para kawula muda 'Gen Asik' menikmati tayangan film yang dituntaskan dalam waktu 10 hari itu.


"Meski tidak mencetak rekor film dengan pembuatan tercepat, namun kami berharap isinya bisa memberikan pencerahan baru melalui kekuatan karakter peran Tora, Tukul, Marsha, Wulan, dan yang lainnya," kata sang sutradara.


Film itu, cocok untuk segmen kawula muda (anak-anak sekolah), selain menampilkan dialog dan adegan kocak juga menyuguhkan alur cerita yang cerdas sehingga memberi bobot tersendiri bagi film itu lebih dari sekedar tontonan humor.


"Film ini memiliki alur cerita yang terbagi dalam tiga plot besar, seperti yang biasa digunakan dalam film-film bergenre komedi romantis di Amerika," kata Guntur.


Ia juga menyebutkan keunikan dari tema OTOMATIS CINTA yang berbeda dengan film komedi romantis indonesia yang menggambarkan pria kaya dengan wanita miskin. "Pada OTOMATIS ROMANTIS ini justru bertutur pria miskin dengan wanita kaya dan mapan," jelasnya.


"Saya sadar, OTOMATIS ROMANTIS sama sekali bukan art movie yang penuh simbol, tapi menggunakan alur cerita yang mengalir sehingga menjadi tontonan yang menghibur dan bisa dinikmati dengan santai, tanpa harus banyak berpikir," tambah Guntur. (*/boo)

'Road Show' Film OTOMATIS ROMANTIS Disambut Antusias di Medan

Kapanlagi.com - Kegiatan roadshow film OTOMATIS ROMANTIS yang dilakukan khusus untuk para pemakai Kartu As Telkomsel yang tergabung dalam komunitas 'Gen Asik' pada Sabtu (26/1) bertempat di Sun Plaza, Medan, mendapat sambutan secara antusias oleh para penonton.

Sebelum dilakukan kegiatan temu fans, para undangan dari komunitas 'Gen Asik' diajak untuk menikmati pemutaran film OTOMATIS ROMANTIS untuk nonton bersama di Studio 21, sekitar pukul 10.00 Wib, dengan jumlah penonton sekitar 571 penonton, terbagi di tiga studio, dimana studio 1 sekitar 244 penonton, studio 2 sebanyak 195 penonton dan studio 3 132 penonton.


Dalam kegiatan roadshow film OTOMATIS ROMANTIS turut hadir Tukul Arwana, Dwi Sasono, Guntur Suharyanto, selaku sang sutradara film dan juga Monica selaku pihak Produser dari ISI.


Menurut Guntur Suharyanto, film OTOMATIS ROMANTIS ini sangat cocok untuk ditonton oleh kawula muda, karena di dalam film terdapat dialog dan adegan kocak juga menyuguhkan alur cerita yang memiliki benar-benar penuh romantis.


"Film ini sesuai dengan judulnya, dimana ditampilkan sebuah cerita yang penuh tawa, tetapi masih bersifat ke arah cinta juga," ungkap Guntur, saat temu pers bertempat di Warung Ubud, Sun Plaza, Medan.


Guntur juga menceritakan pihaknya cukup bangga dengan para pemain. "Untuk para pemain sendiri, saya cukup bangga karena walau pun memiliki jadwal padat, tetapi semua selalu hadir tepat waktu, seperti Tukul sendiri," tutur Guntur.


Di satu sisi Monica dari pihak ISI Production untuk film ini pihaknya tidak memiliki target terhadap jumlah penonton, termasuk total biaya produksi film.


"Kita tidak memiliki target, tetapi kiranya film ini dapat bertahan selamanya serta mendongkrak film Indonesia. Dan total biaya produksi semua terbantu berkat dukungan sponsor, dalam hal pihak Telkomsel sendiri," ungkap Monica.


Pihak Telkomsel sendiri dalam hal ini diwakili Ardi Afriady selaku Manager graPARI Medan yang didampinggi Henny Purweni selaku Humas Telkomsel, didukungnya film OTOMATIS ROMANTIS oleh pihak Telkomsel, karena pihaknya ingin mendukung perfilman nasional.


"Film OTOMATIS ROMANTIS yang didukung Telkomsel tidak terlepas dari wujud kepedulian pihak Telkomsel untuk mendukung perfilman nasional yang saat ini sudah mulai melihatkan peningkatan,dimana sebelumnya terlihat lesu," tutur Ardi.


Sekitar pukul 14:14 Wib bertempat di Foor Court Sun PLaza, Tukul Arwana dan Dwi Sasono menggelar jumpa fans.


Dalam kegiatan ini para anggota komunitas 'Gen Asik' dan para pengunjung yang hadir secara antusias mengajukan berbagai pertanyaan, seakan tak ingin membuat penonton kaku, Tukul pun melakukan aksinya dengan membuat aksi guyonan lucu yang membuat para pengunjung tertawa.


Hal ini juga dilakukan Tukul sebelumnya kepada para wartawan, saat temu pers. Dalam aksinya, Tukul juga melakukan 'cipika-cipiki' terhadap para fansnya yang membuat suasana menjadi riuh, ejekan pun kerap diberikan penonton kepada Tukul, kegiatan yang berlangsung sekitar dua jam ini diakhiri dengan foto bersama yang diperuntukan bagi pembeli merchandise. (romulo/bun)

Angka Empat pada 4 Mata


Apa sih emangnya yang bikin acara ini jadi heboh? Dibanding acara talkshow hiburan lain yang kesannya untuk kalangan eksklusif, Empat Mata cukup berani untuk tampil membumi. Topik yang diangkat ringan-ringan aja, dan bahasa yang dipakai juga cenderung merakyat (bahkan terkadang ndeso). Nama acaranya sendiri sedikit rancu, karena yang terlibat di acara ini tidak cuma empat mata saja, tapi bahkan bisa sampai 10 bahkan 12 mata. Whatever lah..
Tapi buat gue, angka empat itu sebenernya nunjukin empat tokoh yang bikin acara ini bisa sukses besar. Mereka itu :

1. Tukul

Makhluk satu ini gak bisa dipungkiri memang lokomotifnya acara ini. Gaya katro' & ndeso dengan bahasa Inggris belepotan justru jadi trade-mark humor acara ini. Tukul yang awalnya cuma jadi "peliharaan" Joshua di video-video klipnya, sekarang menjelma jadi salah satu host berpenghasilan terbesar di Indonesia.

2. Tim Kreatif (terutama orang yg sering dipanggil Tia)

Entah seperti apa tampang si Tia, yang jelas orang dibalik layar ini sepertinya punya andil penting untuk bikin Empat Mata tampil selalu segar. Sejauh ini, Tukul diplot cuma untuk ngebaca pertanyaan yg muncul di laptop andalannya, tapi ide pertanyaannya sendiri muncul dari sosok Tia ini. Penyediaan pernak-pernik aneh oleh tim kreatif juga sering ngebantu bikin acara ini tambah lucu.

3. Pepi

Merupakan sosok yang duduk di belakang gendang band pengiring. Selain menabuh gendang saat lagu, Pepi juga sering menabuh gendang perang dengan Tukul, terutama untuk urusan perang cela-celaan. Ke-ikhlasan Pepi untuk didandanin habis-habisan memakai kostum memalukan kayaknya patut dikasih salut tersendiri.

4. Ngatini alias Vega

Sosok waitress imut centil berpakaian ala Sailor Moon di acara ini, sering dipanggil Vega (atau versi Tukul, dipanggil Ngatini). Jujur aja, Empat Mata memang condong buat pemirsa cowok, dan untuk acara seperti ini, perlu ada satu tokoh cewek yang bisa sedikit menggoda mata laki-laki. Mungkin Vega gak sampe bikin penasaran seperti Jeng Iskhan, tapi gaya centil & suka nyeletuknya cukup sukses untuk bikin gemes penonton. Usilnya Vega terkadang cukup mencairkan suasana yang agak garing, terutama kalau Tukul kelihatan udah mulai kehabisan bahan banyolan.

Trus gimana dengan bintang tamu?

Untuk yang satu ini, entah sudah berapa ratus tokoh diundang di acara ini, mulai dari orang penting, artis, olahragawan, sampai rakyat biasa. Tapi yang paling sering tentunya cewek-cewek seksi yang harus mau dicipika-cipiki oleh Tukul di awal acara.

http://f1rm4n.multiply.com/journal/item/184

Tungkul Arwahna Artis Serba Bisa

Photo Nandang "Tungkul Arwahna" Bersama Marlia (istri) dan Putri (anaknya)

Siar, 2 Nov 2007,
Selain kepintaran memerankan tokoh artis terkenal Tukul Arwana, Nandang 38 Tahun pemenang ke 1 juara mirip tukul yang diadakan oleh TRANS-7 ternyata masih banyak keahlian lain yang bisa di mainkan diantaranya memainkan alat-alat musik tadisonal dari mulai gendang, calung, kacapi, rebab, dan alat-alat musik modern seperti gitar, drum dan lain-lain.

Selain keahlian dalam memainkan alat musik, juga dia sekarang sengan mendalami seni peran dan memperdalam seni suara atau oleh vocal. “Saya bersama istri mencoba memperdalam olah vocal, setiap hari kami coba untuk latihan nyanyi untuk menambah pembendaharan lagu dalam persiapan penampilan di TPI dalam Dangdut Mania TPI” tuturnya.

Marlina, sang istri dari Nandang alias Tungkul Arwahna pun mengaku bahwa belakang ini dia di sibuk mempersiapkan untuk penampilannnya di TPI “Kami berharap semua masyrakat Jawa Barat dapat mendukung dan mendoakan kami agar kami bisa membawa nama baik Jawa Barat” jelasnya

Darah seni yang mengalir di tubuh Tungkul Arwahna dan Marlina tersirat dalam gerak gerik anaknya yang baru berusia 2,5 tahun. Putri anak itu di panggilnya, yang senang bernyanyi dan bergoyang ketika mendengan musik, sudah pasti tangan dan pinggulnya meliak liuk bagai penari dengan mulut mengikuti lantunan penyanyinya. “Anak kami ini cukup hapal dengan lagu-lagu yang ibunya bawakan, ketika ibunya sedang berlatih dia suka mengikutinya sampai hal-hal berdandan, atau pakai kosmetik pun dia mengikutinya” jelas Nandang.

Cita-cita Nandang kalau memang dunia seni dan acting yang nanti dipilih menjadi jalan hidup bagi anaknya, dia akan sangat mendukung dengan seoptimal mungkin, dan hal ini yang dilakukan sekarang ini pun salah satunya untuk masa depan putrinya yang di cintai.

Pri_PASS FM melaporkan untuk SIAR



kontributor : [PASS FM] - editor [Yerry Niko]

[Cape Deh] Apa Maksudnya Kembali Ke Laptop???

“Demikian Bapak-bapak Ibu-ibu, mari kita kembali ke lapppptopppp!!!” demikian ujar sang presenter, yang pensiunan dosen dari universitas yang dipakai latar di sinetron Jomblo dalam pertemuan briefing proyek yang saya kelola Selasa (3 Maret 2007) sore.

“Sebentar dulu Pak, apa yang Bapak maksud dengan kembali ke laptop barusan?”, tiba-tiba salah seorang peserta, yang propesor senior dari kota kembang, dengan wajah super duper seurieusss.com menyela presentasi ilmiah tentang calon lokasi pilot proyek kami di Karesidenan Cirebon itu.

Halah gubrakz!

Hareeee geneee ada yang ga tau idiom khas komedian sejati Rey... Rey... Reynaldi a.k.a Tukul Arwana yang sedemikian populernya sampai-sampai pernah diucap seorang pejabat tinggi negara dalam sebuah jumpa pers itu??? (baca selengkapnya di sini).

Mane aja Boss???

Perlu diterangkan tak???

*di sebelah sang propesor, saya lihat wajah bu sekretaris menahan senyum kecut dan saya yakin dalam hatinya berucap: Cape deeeeeh…*

gambar dipinjam dari Mas Tukul langsung nih, meski ga pake ijin dulu *itung2 promo gratis tho Kang*

©ciput 2007 all rights reserved.
http://ciput.multiply.com/journal/item/382?mark_read=ciput:journal:382&replies_read=13

Tukul Arwana Bintangi Iklan Pilgub Jateng 2008

Kapanlagi.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Tengah memutuskan untuk merangkul pelawak Tukul Arwana untuk menjadi bintang iklan yang mengajak masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya pada Pemilihan Gubernur Jateng 2008.
Anggota KPU Jateng Ida Budhiati di Semarang, Kamis (31/1) mengatakan, pemilik nama asli Riyanto kelahiran Semarang itu dipilih untuk memerangi golput pada Pilgub Jateng yang digelar 22 Juni 2008 karena dia familiar dan amat populer.

Popularitas Tukul itulah yang diharapkan menjadi daya tarik banyak orang agar mau menggunakan hak pilihnya dalam pilgub. "Materi iklan untuk tayangan di televisi lokal itu masih proses pembuatan," kata Ida.

KPU Jateng memang mengerahkan segala daya, agar partisipasi pemilih dalam pilgub nantinya cukup tinggi, sebab ada gejala meningkatnya jumlah golput di sejumlah daerah yang menggelar pemilihan bupati dan wali kota.

Karena itu, meskipun biaya mengontrak Tukul Arwana lumayan tinggi, sekitar Rp30 juta, KPU Jateng tetap memilih Tukul untuk memerangi golput pada pilgub mendatang. Anggaran untuk membayar presenter Empat Mata ini diambilkan dari pos sosialisasi pilgub.

Menurut rencana, tayangan iklan layanan masyarakat yang dibintangi Tukul itu bakal disiarkan stasiun televisi lokal yang ada di Jateng. Namun Ida belum bisa menyebutkan, berapa lama durasi tayangan tersebut.

KPU Jateng optimistis, semua langkah yang dilakukan, termasuk menggandeng Tukul, pilgub Jateng yang akan diikuti sekitar 26 juta pemilih itu bakal sukses.

Jalan Keluar Menyiasati Kerumunan Iklan

Sumber: Kompas | 10 Mei 2005



Tiap hari pemirsa disuguhi sekitar 9.000 spot iklan di berbagai stasiun televisi. Agar lebih mengena, kenapa tidak buat sinetron saja seperti merek Roma?

Sekali-kali tanyalah ke pemasang iklan kenapa memilih media televisi untuk beriklan. Satu jawaban yang pasti, media tersebut memiliki jangkauan paling luas. Coba tanya kembali, efektifkah? Jawabannya tentu bisa ya, bisa juga tidak. Efektif, karena seperti alasan di atas bisa menjangkau semua lapisan. Tapi, bagaimana jika tiap hari pemirsa televisi disuguhi ribuan spot iklan dari ratusan merek? Barangkali hanya sedikit yang nyangkut di benak mereka. Belum lagi, tiap kali break, pemirsa lebih suka switch ke stasiun TV lain untuk mengintip acara berbeda. Bisa-bisa, dana yang digelontorkan menguap percuma tanpa hasil.

Fenomena seperti inilah yang menjadi renungan produsen biskuit Roma untuk beriklan di televisi. “Kebayang nggak, berapa stasiun televisi yang ada? Berapa spot iklan sehari? Bayangkan, konsumen dibombardir 9.000 spot sehari. Kalau kita hanya menjadi paritas, maka akan termakan oleh zaman,” kata Yanty Melianty, Marketing Manager Biscuit, PT Mayora Indah Tbk.

Benar juga. Ketimbang cuma mengandalkan iklan spot, kenapa tidak langsung saja diangkat ke sinetron. Yang pasti, kalau dikemas dalam bentuk cerita sinetron, tidak perlu lagi khawatir direcoki atau bersaing dengan iklan lain yang jumlahnya membludak itu. Dengan kemasan sinetron, pemirsa pun bukan melihat iklan, melainkan melihat tontonan. Atas dasar pemikiran itulah, PT Mayora memproduksi sinetron Semua Suka Roma (S2R). Sebuah judul yang langsung mengingatkan pemirsa kepada merek biskuit Roma.

Menurut Yanty, alur cerita dan karakter para talent S2R disesuaikan dengan value merek. Dalam hal ini, kisahnya berfokus pada seorang calon ibu yang cerdas, matang dan peduli lingkungan—sesuai dengan karakter merek Roma yang keibuan. Sebagai sinetron yang mengusung sebuah merek, seluruh produksi melibatkan sang produsen. Mulai dari naskah cerita, kostum pemain, dan pemilihan talent, pihak Roma ikut terlibat. Boleh jadi, PT Mayora harus ketat, karena sinetron ini mengusung nama besar brand Roma. Salah sedikit saja bisa menjadi blunder.

Sang tokoh utama, Ine Dewi, yang memerankan tokoh Roma diplot sebagai figur yang bisa membawakan persepsi merek Roma, yaitu seorang gadis yang smart (mahasiswi) dan mature. Sinetron ini juga didukung oleh Tukul Arwana (Pak Roma) dan Yurike Prastika (Ibu Romi) dan Asri (Romi). Lalu, kenapa berjudul Semua Suka Roma? Alasannya, si pemeran utama berkarakter sopan, tulus dan baik. Dengan kata lain, produsen ingin menciptakan persepsi “hero” di masyarakat lewat peran Roma dalam sinetron tersebut sesuai dengan karakter merek Roma. “Hero itu tidak mesti perang mnelawan korupsi. Berlaku jujur, baik mampu menasihati pun sudah hero,” papar Yanty.

Brand Investment
Menurut Yanty, sebagai orang marketing, dia dituntut melakukan terobosan dalam aktivitas brand investment yang punya nilai dan sejalan dengan brand dan corporate culture. Pilihan itu kemudian jatuh ke dalam bentuk sinetron. “Kami kan orang marketing tentu doing bisnis. Kami enggak mungkin membuat sesuatu yang bukan untuk tujuan brand dan tujuan penjualan. Ujung-ujungnya adalah sebuah brand investment, tapi yang punya value dan sejalan dengan brand dan corporate culture ya. Kami enggak mau bikin sesuatu yang merugikan masyarakat,” katanya.

Sebagai produsen yang punya komitmen terhadap pilihan tontonan, sambung Yanty, pihaknya merasa prihatin dengan sejumlah sajian televisi. Rata-rata, pemasang iklan lebih melihat rating untuk memasang iklan. Sementara, rating tertinggi rata-rata ada pada tontonan yang kurang edukatif seperti cerita jahat, kriminal dan misteri. Makanya, format S2R dibuat dalam bentuk sinetron komedi situasi. Tujuannya agar bisa ditonton semua anggota keluarga

Ide pembuatan sinetron ini bermula dari keinginan membangun merek Roma tidak melalui iklan. Artek n Partners yang menjadi mitra PT Mayora Indah diminta untuk mencari alternatif. Ketika digodok, yang juga melibatkan PH milik Jeremy Thomas, muncul gagasan dalam bentuk sinetron.

Sebelum sampai ke bentuk yang sekarang, papar Yanty, sempat muncul ide untuk membuat Warung Roma Warung Gosip. Tapi, gagasan ini mental karena tidak mendidik. PT Mayora ingin hiburan yang educated dan sopan. Lahirlah sinetron Semua Suka Roma.

Saat ini, produksi sinetron tersebut sudah lima episode dari 13 episode dan ditayangkan setiap Sabtu pukul 17.00 WIB si SCTV. Maunya, pihak Mayora ditayangkan pas prime time sekitar pukul 18.30. Hanya saja tidak dapat slot. Meski begitu, menurut pengakuan Yanty, rating S2R sudah mencapai angka 3.

Berapa bujet yang digelontorkan untuk membuat sinetron tersebut? Yanty enggan menyebutkan angkanya. Yang pasti memang sangat besar. Sebagai tayangan yang mengusung sebuah merek, konsep produknya pun ke SCTV bukan jualan. Tetapi, PT Mayora bisa meyakinkan SCTV, sinetron itu punya memiliki nilai jual. Karenanya, kerja sama dengan pihak stasiun televisi dibuat dalam bentuk semi blocking.

Setidaknya, sinetron ini tidak hanya akan membentuk relationship dan loyal customer. Lebih jauh, dapat pula membangun “advocator customer”. Kalau sudah begitu, pelanggan menjadi pembela terdepan sekaligus juru bicara merek secara suka rela. Rekomendasi pelanggan ini adalah alat promosi yang amat efektif dan ampuh dalam mempengaruhi pelanggan prospek. Maka tidak berlebihan jika Yanty berharap S2R bisa menciptakan loyalitas konsumen terhadap merek Roma.

Tapi, asal tahu saja, Roma bukanlah produk pertama mengangkat merek dalam bentuk sinetron. Sebelumnya, ada Sampoerna Hijau yang juga diangkat ke layar kaca oleh Karnos Film lewat lima personel Geng Hijau yang lucu dan unik.(Tajwini Jahari & Miranda Hutagalung, Majalah Marketing)

Sebelah Mata untuk “Empat Mata”

Esai Aulia A Muhammad: Sebelah Mata untuk “Empat Mata”

Kelemahan utama acara “Empat Mata” justru terletak pada hasrat Tukul yang ingin selalu jadi pemain utama. Januari ini barangkali dapat dijadikan sebagai bulan Tukul Arwana. Nyaris semua tabloid memasang foto dan mengulas dirinya. Biogafi pendeknya tercetak di mana-mana, wajah cengengesannya tayang di berbagai infotainmen. Sebabnya satu, keberhasilannya mengampu talk show “Empat Mata”. Keberhasilan yang dinilai fenomenal karena semula kehadirannya justru dipandang sebelah mata. Dan ketika rating “Empat Mata” melejit, iklan antre, “pesona” Thukul pun menjadi topik hangat. Pujian bertaburan. Kesederhanaan dan keluguannya selalu menjadi anggukan.

“Empat Mata” yang semula sekali tayang, jadi tiga kali seminggu, lalu lima kali sepekan. Tawa, canda, idiom khas Tukul pun jadi santapan rutin. “Silent please…”, “Kembali ke lap…top”, atau “Puas?! Puas?!” menjadi populer dan selalu menerbitkan tawa. Psikolog sosial Sartono Mukadis menyebut Tukul sebagai pelawak jenius, karena dapat berpikir secara cepat (quick thinking). Juru bicara kepresidenan Andi Mallarangeng memuji acara yang dibawakan Tukul sebagai lawakan yang menghibur, segar, santai, serta cerdas. Tukul pun, dalam keluguan dan kesederhanaannya, menjadi sempurna. Dan, lihatlah, semua berlomba melahirkan puji-puja. Tukul menjadi “anak manja” media.

Rutinitas Kembar

“Empat Mata” memang populer karena Tukul. Sosok Tukul-lah yang dijual dan menjadi magnit acara itu. Gestur, umpatan, salah ucap, semua jadi terasa memesona, dan menjual. Dan memang begitulah pada mulanya. Seluruh “tipikalitas” Tukul itu memang membuat perut berguncang. Tapi, ketika “Empat Mata” tayang nyaris setiap malam, kelucuan rutin itu menjadi terasa “menyedihkan”. Sebabnya satu, Tukul terpancang pada idiomatikal itu-itu saja. Yang lahir kemudian hanya semacam perulangan dari adegan di malam-malam sebelumnya. Nyaris tak ada kreasi, bahkan ketika yang hadir adalah tamu dengan karakter yang sangat berbeda. Tukul tak mampu bermetamorfosa. Semesta gelak yang kemudian lahir tak lebih tawa yang kering, tawa dari kelucuan yang sudah menjadi semacam hapalan. Apalagi, tipikalitas itu tak hanya tampil di “Empat Mata” Trans|7. Di “Catatan Harian Si Tukul” di RCTI tiap Selasa dan Rabu pagi pun, gestur dan pola-ucap Tukul tak berbeda. Tukul adalah sama di setiap acara yang berbeda.

“Orang suka kalau melihat saya tampil bodoh,” ucap Tukul. Benar. Tapi penonton tentu tidak menginginkan “kebodohan” yang rutin, akting yang tanpa variasi. Tukul abai dalam hal ini. Maka, “swahina”, hinaan pada diri sendiri pun, selalu ajek, sama, itu ke itu saja, dari memonyongkan bibir, gaya pragawan, dan lainnya. Rutinitas kembar ini bahkan sampai pada ucapan pengantar jeda “Empat Mata”, “Oke pemirsa, jangan ke mana-mana, saya akan mengupas lebih dalam lagi setelah…” Tak ada yang beda, baik intonasi dan diksi. Sama. Hapalan.
Rutinitas itu jugalah yang akhirnya membuat magic word “Kembali ke Lap… top” atau “Silent Please” kehilangan daya provokasinya. Bayangkanlah, jika dalan satu jam, penonton harus mendengar “Kembali ke Lap… top” sampai berpuluh kali, bahkan terkadang, seperti tanpa jeda. Eneg!

Pusat Magma

“Empat Mata” memang talk show yang berbeda. Jangan bandingkan dengan acara sejenis seperti “Lepas Malam” dan “Dorce Show” di Trans TV atau “OM Farhan” di Anteve. Kupasan atas sebuah masalah dan atau pada sosok bintang tamu tak lebih dari basa-basi, artifisial, dan acap hanya sarana untuk melahirkan “improvisasi” kelucuan dari Tukul. Bintang tamu adalah “gantungan” atau “picu” agar kelucuan Tukul lahir. Karena itu, untuk mengadopsi “percikan” kelucuan itu, bintang tamu harus siap dikorbankan. Mereka hanya tamu, hanya selingan, Tukul-lah yang menjadi pusatnya. Tukul tampaknya menyadari hal itu. Sebagai pusat, dia harus tampil lebih utama, menjadi fokus kamera.

“Empat Mata” Senin (29/1) secara jelas menunjukkan hal itu. Kehadiran Maia Ahmad, Sarah Sechan, Koming, dan Omas, memang pelengkap. Karena itu, seluruh pertanyaan untuk mereka bukan hal utama. Lihat ketika Tukul bertanya kepada Maia, “Siapa yang kira-kira akan menggantikan Mulan?” Ini pertanyaan yang bagus, dan jawaban Maia tentu ditunggu pemirsa. Maia terdiam sesaat, dan Tukul segera menyela, “Barangkali saya bisa, atau Omas? Kami siap kok diaudisi…” Dan, bergayalah Tukul, dia ajak Omas untuk bernyanyi, melempar joke –yang garing banget– menyita waktu yang cukup lama, membiarkan Maia dan lainnya hanya sebagai pengamat. Cukup. Tukul kembali ke tempat duduknya, dan berkata, “Kembali ke Lap…top”. Habis. Dia tak pernah menuntaskan pertanyaannya. Dan itu sudah menjadi “penyakit” acara ini.

“Maia, bagaimana melampiaskan segala masalah yang menimpamu selama ini?” tanyanya. “Dilampiaskan ke Mas Tukul, boleh?” Tukul pun jejingkrakan, berdiri, dan bersolilukoi kepada penonton. Dia kembali ke tempat duduknya, dan “Kembali ke Laptop…”. Tak ada pertanyaan yang dia kejar. Hal semacam itulah yang membuat Andi Mallarangeng, ketika menjadi bintang tamu, hanya tersenyum kecut. Kehadirannya jadi “bemper” semata. Wajahnya menunjukkan betapa dia tersiksa.

“Setiap pertanyaan saya memang tidak perlu jawaban yang benar. Yang penting lucu saja,” kata Tukul. Masalahnya, tidak semua narasumber bisa melucu suka dijadikan bahan lawakan, apalagi menyangkut SARA (seputar arah rai dan anatomi). Juga untuk hal yang serius, tak semua penonton juga ingin mendengar jawaban yang asal bunyi.

“Kembali ke Laptop” memang membuat banyak hal menjadi aneh dan tidak wajar. Sering, Tukul bertanya satu hal ke bintang tamu. Jawaban ternyata melebar, mencakup berbagai hal. Dan ketika Tukul kembali ke laptop dan bertanya lagi, pertanyaan itu ternyata sudah dijawab dalam pelebaran persoalan yang diungkapkan narasumber sebelumnya. Tukul acap terlongo, dan menyelamatkan situasi itu dengan … “kembali ke lap…top” Dari situ tampak, Tukul tak pernah berani mengembangkan pertanyaan lebih dari yang “ditawarkan” laptop. Atau mungkin sebaliknya, Tukul memang tak diizinkan untuk melakukan pengembangan. Menyedihkan.

“Aku Melucu maka Empat Mata Ada”. Itu barangkali yang disadari Tukul. Dia adalah pusatnya, sang magma. Tukul mungkin lupa, setiap orang tidak akan pernah puas jika hanya mendapatkan hal yang sama. Kerutinan pasti melahirkan kebosanan. Pemirsa tak pernah bisa setia. Dan jika kemasan “Empat Mata” tidak berubah, Tukul masih selalu memakai idiom yang nyaris jadi hapalan, kepopulerannya tinggal menghitung masa. Karena tanpa disadari, Tukul mengubah kekuatannya menjadi titik terlemahnya: selalu tampil apa adanya, bermodal kelucuan yang itu-itu saja.

Sumber: http://layar.suaramerdeka.com/index.php?id=97

Tukulisme dan Pendangkalan Ruang Publik

Dalam tulisannya, Pendidikan Anti-Tukulisme (Media Indonesia, 1 Februari 2007), Paulus Mujiran mengajak kita merefleksikan satu jenis talkshow yang hari-hari ini menyedot perhatian khalayak: Empat Mata. Melalui kacamata pendidikan, tulisan Mujiran berhenti pada kesimpulan bahwa ada kekeliruan dalam pendidikan di negeri ini sehingga masyarakat begitu menggemari acara “olok-olokan”, lontaran penuh seronok, dan tertawaan yang mengeksploitasi fisik a la Tukul Arwana.

Mujiran menyebut penggemar talkshow yang dibawakan secara ngawur oleh Tukul tersebut sebagai Tukulisme. Tukulisme inilah yang dipandang Mujiran sebagai cermin dari buah pendidikan yang anti-pluralis, yang mengesampingkan penghargaan terhadap keragaman, baik agama, status sosial, cara hidup dan sebagainya. Satu jenis pendidikan yang memang masih sangat jarang kita dengar, apalagi kita temui, dalam masyarakat yang serba multi; etnis, agama, ras, bahkan kelas sosial. Olok-olokan seperti wong ndeso, katrok, kutu kupret dan sederet sumpah serapah lainnya menegaskan bekerjanya “kekerasan psikologis” terhadap mereka yang lekat dengan istilah-istilah tersebut.

Dari sudut pandang pendidikan apapun; keagamaan, etika, apalagi psikologi, Tukulisme jelas tidak mengajak pemirsa dalam berjuang meraih kualitas kehidupan. Justru yang terjadi adalah mewabahnya olok-olokan dan tertawaan tersebut di tengah-tengah masyarakat, tak hanya Jawa, ruang kultural produsen beragam istilah yang meluncur dari mulut Tukul. Bahkan temen-temen di Lampung, Medan, Samarinda, dan Palu, yang sering berkomunikasi dengan saya juga turut merayakan olok-olokan khas Tukul. Hal sama saya jumpai pada obrolan anak-anak remaja yang begitu suka pada kosakata tersebut.

Perayaan inilah yang saya kira baru mewabah di seputar masyarakat sebagai ekspresi penerimaan pada satu tren komedi yang sebetulnya tidak baru dalam dunia hiburan kita. Tren olok-olok-an dalam dunia lawakan telah diawali oleh para komedian seniornya Tukul, misalnya yang paling populer adalah Srimulat. Banyak pula komedian mutakhir yang menyontek gaya Srimulat dengan “melestarikan” tradisi olok-olokan melalui gaya dan bahasa berbeda.

Begitu pula dengan Tukul (dan segenap kru). Mereka secara “cerdas” mengemas acara lawakan dalam bentuk talkshow “hancur-hancuran”, sehingga begitu populer. Dari sisi industri entertainmen, acara ini tak lain hanyalah inovasi dari beragam tanyangan hiburan “tak berbobot” yang menjejali ruang publik kita.

Untuk melengkapi pemaparan Mujiran, amatan akan hadirnya proses pendangkalan cita rasa masyarakat akibat ruang publik yang tak lagi menyajikan aneka program yang reflektif dan edukatif, patut diketengahkan.
Pemaknaan ruang publik sendiri tidak selalu dirujukkan pada kerangka spatial di mana masyarakat dapat berinteraksi dan berkomunikasi secara face to face. Arena dan ruang sosial, sejauh ia mampu menampung beragam entitas sosial; individu, komunitas atau perkumpulan, dengan keragaman interes, ia bisa dikategorikan sebagai ruang publik. Ruang publik bisa mewujud secara abstrak seperti media massa dan internet, bisa juga material seperti tata kota, ruang-ruang diskusi, dan seterusnya.

Konsepsi “ruang publik” (public sphere) kali pertama digagas oleh Habermas (1989). Konsep ini merujuk pada “pentas atau arena di mana warganegara mampu melempar opini, kepentingan dan kebutuhan mereka secara diskursif dan bebas dari tekanan siapapun”. Yang terpenting dalam arena tersebut mewujud komunikasi yang memungkinkan para warganya membentuk wacana dan kehendak bersama secara diskursif.

Jika ruang publik dimaknai sebagai bejana yang di dalamnya aneka kelompok sosial mampu mengomunikasikan dan mewujudkan ragam kepentingannya, maka dalam rentang waktu tertentu akan mengkristal satu budaya, dalam pengertian seluas-luasnya. Selanjutnya, akan ada kontestasi budaya di dalam tubuh ruang publik. Tugas ruang publik adalah menampung dan memberi tempat secara fair pada semua kebudayaan tersebut.Persoalannya adalah, pada masyarakat yang kompleks sekarang ini di mana masyarakat di susun oleh tiga pilar utama; negara, pasar dan masyarakat, apakah ada ruang publik yang benar-benar otonom dari kepentingan politik atau pebisnis? Budaya yang meruyak ke tengah masyarakat pun adalah budaya yang telah ditentukan oleh, baik kekutan negara ataupun pasar. Kalaupun ada yang otonom, ruang akan sangat payah untuk diciptakan atau dikelola oleh warganegara.

Kerapkali kita menyaksikan aneka kegiatan publik, seperti debat publik, seminar, dan demonstrasi yang diformat dan ditumpangi oleh kepentingan elit politik atau kaum pemodal. Bahkan, jika ruang publik itu berupa media massa yang berskala masif, baik berupa TV, koran, atau radio, tak pelak akan mengacu pada arus kapital yang bekerja di belakangnya. Masing-masing industri media memiliki logika kapitalnya sendiri. Tak jarang kompetisi mewarnai aneka media tersebut dalam rangka berebut pengaruh dan berlomba meraup keuntungan.
Seperti industri TV. Dengan sebelas stasiun TV swasta nasional, maka kompetisi yang berlangsung adalah perebutan kue belanja iklan. Celakanya, kompetisi ini berujung pada perebutan skor rating tertinggi, yakni yang paling banyak ditonton publik, karenanya belanja iklan akan tinggi. Wajar kiranya kini, banyak media yang dituduh “menghamba pada rating”, karena kebanyakan program yang disiarkan oleh TV swasta hanya mengejar rating semata. Tak peduli jika program itu berperan besar dalam pembodohan massal, memopulerkan mistisisme, atau meritualkan “budaya” olok-olokan kepada masyarakat, maka program semacam itu akan diperpanjang menjadi 250 episode, misalnya.

Mewabahnya secara cepat dan massif “budaya” Tukulisme terhadap kehidupan masyarakat kita, jelas merefleksikan betapa hebatnya dampak dari bekerjanya salah satu ruang publik berupa media TV. Merujuk pada paparan McChesney (1997) media, di tangan rezim pasar bebas, bahkan mampu mendikte aneka preferensi publik, mulai dari gaya hidup, pola konsumsi, kebutuhan barang dan jasa, sampai dengan yang bercorak politis, seperti figur pemimpin. Dengan demikian, apa yang kita tonton, selera yang kita tentukan, dan pilihan-pilihan kita, sebetulnya telah diformat dan didikte oleh kehendak pasar, termasuk saat menertawai polah Tukul ketika sedang mengolok-olok diri, tamu, dan penontonnya di acara Empat Mata.

Kapitalisasi terhadap segala macam program yang tak cerdas hampir-hampir menggelinding tanpa kendali. Ia akan mengeksploitasi dan menjual apapun asalkan pengiklan berjubel datang dan antri untuk memasang iklannya, mengiringi penayangan program itu. Mulai dari acara “mengobrak-abrik” rumah tangga selebritis, mendramatisir secara mistis jasad-jasad manusia, dan terakhir “hancurnya” si Tukul. Saya rasa, sepak terjang kapitalisme sudah terlampau jauh, bahkan terkesan keterlaluan.

Media televisi, sebagai ruang publik, justru andil besar dalam penjerumusan masyarakat pada “pendangkalan ruang publik (the swallowness of public sphere) (Piliang, 2005). Ini terjadi ketika ruang publik cenderung dibangun oleh representasi atau tindakan yang menafikan pengetahuan luas, landasan filosofis, dan moral yang kokoh. Kondisi ini juga disebabkan oleh kepentingan penguasaan ruang publik oleh strategi populer, meski popularitas tersebut menafikan pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan sesungguhnya. Lebih parah lagi, jika hal tersebut dilengkapi dengan hiburan yang “eksploitatif”.
Perayaan “kebodohan”, “kekampungan”, dan “gaptek” secara massif, akan serta merta mengikis kualitas kehidupan yang ber”selera” dan berpijak pada rasa. Sedangkan pemassalan dan pembiasaan “serapah” secara terbuka dan penuh bangga, pelan-pelan akan menggerus estetika dan juga etika di kalangan warga, lebih-lebih bagi mereka yang baru menginjak remaja.
Sudah saatnya menghentikan pencemaran pada ruang publik kita, dengan mengabaikan sama sekali aneka tayangan yang tak masuk akal, dangkal, tak edukatif, dan mendegradasi selera humor kita.

Oleh: Muhammad Syihabuddin
(Dosen Ilmu Pemerintahan Fisip Unila, Anggota Forum Lafadl Initiatives Yogyakarta)

Sumber : http://lafadl.wordpress.com/2007/02/28/tukulisme-dan-pendangkalan-ruang-publik/