Cover Boy Bertampang Pas-pasan

Lawakannya renyah, berani menertawai diri sendiri

"Saya tunggu di rumah besok jam enam pagi," kata Tukul Arwana ketika dihubungi via telepon selulernya. Pekan-pekan belakangan, Tukul banyak mengisi acara di luar kota, sehingga baru Rabu lalu bisa menyediakan waktu.

Ya, boleh dibilang, hari-hari Tukul sungguh supersibuk. Selain kerap diundang pentas di luar kota, lima kali sepekan dia menjadi pembawa acara Empat Mata di TV7, yang sekarang bernama Trans-7. Ia juga tampil dalam acara Catatan Si Tukul di RCTI dua kali sepekan, plus sekali seminggu muncul dalam Ketawa Sore di Trans TV.

Tapi mencari rumah Tukul di bilangan Jalan Sawo Ujung, Cipete Utara, Jakarta Selatan, tak sesulit meminta waktunya. Hampir setiap orang di kawasan itu bisa menunjukkan lokasinya dengan detail, termasuk ciri-ciri rumahnya.

Tukul memang sedang naik daun. Namanya berkibar menyusul kian digemarinya acara Empat Mata. Sampai-sampai ungkapan khasnya di acara itu, "kembali ke laptop", kini menjadi jargon yang ngetren di berbagai kalangan.

Jam menunjuk pukul 05.50 saat Tempo tiba di rumah sang pelawak. Tukul memiliki dua rumah cukup besar dan tiga rumah petak yang dikontrakkan. Menurut dia, rumah pertamanya, yang sejajar dengan tiga rumah kontrakan, ditempatinya bersama istri dan anaknya. Sedangkan rumah keduanya dijadikan posko, tempat bertukar pikiran dan meramu ide kreatif lawakan bersama teman-temannya.

Di garasi rumah keduanya, terparkir Kijang Innova berwarna krem. Mobil inilah yang kerap membawanya ke mana-mana, terutama ke lokasi syuting. Sedangkan di halaman, nongkrong sedan Galant tua berwarna ungu. Menurut seorang anak buahnya, mobil itu merupakan kendaraan pertama yang dibeli Tukul dari hasil jerih payahnya sebagai pelawak.

Tak lama kemudian, Tukul muncul mengenakan kaus singlet putih dan celana pendek hitam, tanpa alas kaki. Penampilannya apa adanya. Kami duduk di teras rumah keduanya. Pembantu rumahnya kemudian datang membawa mi instan rebus, gorengan tempe-tahu, dan teh manis panas. "Masih pagi, kita sarapan dulu sambil ngobrol," kata Tukul.

Tukul berkisah tentang kedua rumahnya dan tiga rumah kontrakannya. Menurut dia, semua itu dibeli secara bertahap, satu per satu. Pada 1995, saat baru menikah dengan Susiana, perempuan Minang, ia mengontrak rumah di sana. Saat rezeki mulai mengalir, ia kemudian membeli rumah petak yang dikontraknya itu. Setelah sekitar 10 tahun, barulah ia bisa membeli rumah-rumahnya itu. "Saya betah tinggal di sini karena suasananya kekeluargaan," katanya menjelaskan.

Di rumahnya yang cukup asri, Tukul punya kebiasaan unik. Malam menjelang tidur, dia biasanya nonton DVD film horor. Ia suka film horor karena menegangkan. Katanya, suasananya menantang, sesuai dengan dia yang memang suka tantangan.

Kebiasaan uniknya yang lain adalah memetik bunga melati malam-malam. Di halaman rumahnya, pelawak berambut cepak itu menanam pohon melati yang dibiarkan merambat hampir merimbuni seluruh halamannya. "Saya suka melati. Meski bunganya kecil, harumnya luar biasa," Tukul menerangkan.

Sekitar pukul 07.15, Tukul minta izin untuk mandi. Dua jam berselang, ia ditunggu syuting rekaman Catatan Si Tukul di studio RCTI, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Rencananya ia akan melakukan syuting rekaman dua episode acara komedi yang ditayangkan sejak awal Desember itu.

Sebelum berangkat, Tukul, yang mengenakan kaus berkerah oranye, jins belel, dan sepatu kulit hitam, pamit kepada istri dan anak perempuan semata wayangnya, Novita Eka Afriana, 7 tahun. Sepanjang perjalanan, Tukul malah lebih banyak bercerita tentang perjalanan kariernya sebagai pelawak. "Ceritanya sangat panjang dan mengharukan."

Lahir di Kampung Perbalan, Purwosari, Semarang, Jawa Tengah, 16 Oktober 1963, sejak remaja Tukul kerap tampil melawak di panggung 17 Agustusan. Ia lulus Sekolah Menengah Atas Kartini Semarang pada 1983. Dua tahun kemudian, pria bernama asli Riyanto itu merantau ke Jakarta. Ia berkeinginan merintis karier sebagai pelawak di Ibu Kota.

Tapi Tukul gagal. Anak ketiga dari empat bersaudara keluarga Abdul Wahid dan Sutimah (almarhumah) itu kembali ke kampung halamannya dan menjadi sopir omprengan. Ia kemudian membentuk grup Purba Ria dan mengikuti sejumlah lomba lawak yang digelar di Semarang. Tukul dan grupnya menyabet beberapa gelar juara. Itu memompa semangatnya kembali ke Jakarta untuk mengadu peruntungan pada 1989.

Ternyata gelar juara lawak tak menjamin kariernya mulus. Tukul banting setir menjadi sopir pribadi hingga 1992. Setahun kemudian, ia melamar menjadi penyiar radio humor, Suara Kejayaan, Jakarta. Honornya sekitar Rp 75 ribu. Padahal ia harus membayar kontrakan rumahnya Rp 150 ribu per bulan. Akhirnya, demi menutupi kekurangannya, ia bekerja serabutan: menjadi pemandu acara atau melawak di sejumlah tempat.

Hidupnya terasa kian berat setelah dia menikah pada 1995. Demi menyambung hidup, ia terpaksa menjual cincin kawin dan kalung. Saat itu, Tukul benar-benar hidup prihatin. Ia hanya bisa memberikan uang belanja kepada istrinya Rp 3.000 setiap hari. "Hampir setiap hari menu makannya cuma nasi putih sama oseng-oseng kangkung," katanya mengenang.

Namanya mulai dikenal saat dia menjadi figuran klip video penyanyi cilik Joshua. Pertama-tama, ia ikut dalam klip video lagu Air yang populer dengan kata "diobok-obok" itu. Untuk perannya ini, Tukul mendapat honor Rp 160 ribu.

Pada 1997, dia melamar ke Srimulat, grup lawak yang didambakannya sejak pertama kali merantau ke Jakarta. Tukul diterima. Tapi, setelah sekitar dua tahun bergabung, ia dinilai tak bisa mengikuti langgam lawakan grup itu. Ia mendapat surat peringatan. Isinya teguran bahwa kualitas permainannya tak memenuhi syarat. "Saya sedih sekali karena waktu itu istri sedang hamil tua," katanya ketika kami tiba di studio RCTI pada pukul 08.35.

Syuting yang dimulai pukul 09.30 itu berlangsung hingga pukul 14.30. Rihat sekitar satu jam (11.30-12.30), Tukul memanfaatkan waktu tersebut dengan makan siang prasmanan yang disediakan kru acara itu. Menunya nasi gudeg, ayam goreng, dan telur bacem. "Saya tidak punya pantangan dalam urusan makan," ujar Tukul, yang di atas panggung sering mengaku sebagai mantan cover boy bernama Reynaldi.

Tukul mengaku tak punya jadwal makan yang ketat. Pokoknya, kalau merasa lapar, ya, makan. Dalam sehari dia kadang makan tiga kali, kadang empat kali, tapi tak jarang cuma dua kali. Sebetulnya ia paling suka makan telur mata sapi dan sambal goreng petai. "Kalau saya sekarang makan petai, kasihan kru RCTI, bisa pingsan," katanya seraya tergelak.

Kelar syuting, ia memutuskan kembali ke rumah. Ia ingin istirahat sejenak sebelum malamnya melanjutkan syuting Empat Mata. Yang mengagetkan, ia memilih naik sepeda motor. Tukul diboncengkan asistennya, Teguh. Menurut dia, itu lebih efisien dan lebih cepat karena bebas macet.

Sejak duduk di sekolah menengah pertama, dia sudah gemar naik sepeda motor. Tapi baru benar-benar kesampaian punya motor setelah ia menjadi pelawak di Jakarta. "Dulu kan saya kere. Boro-boro beli motor, makan saja susah," kata pelawak yang pekan lalu baru membeli motor Harley-Davidson itu.

Petangnya, sekitar pukul 18.00, kami berangkat menuju lokasi syuting Empat Mata di Pengadegan, Jakarta Selatan. Dan lagi-lagi Tukul memilih naik sepeda motor membonceng asistennya. Istri dan anaknya menyusul dengan Kijang Innova. Rabu malam itu, ia akan melakukan syuting dua episode. Yang satu rekaman untuk edisi Natal, satunya lagi siaran langsung.

"Terus terang, awalnya saya nggak pede menjadi presenter acara ini," kata Tukul sambil menunggu syuting dimulai. Acara yang mulai digelar pada 28 Mei 2006 itu adalah obrolan santai seputar masalah sosial yang dikemas dalam komedi. Setiap episode selalu menghadirkan bintang tamu--rata-rata selebritas--untuk diwawancarai.

Sebagai pembawa acara, Tukul harus memiliki karakter genit, nakal, dan sok pinter. Nah, demi menunjang hal itu, ia dilengkapi sebuah laptop. Dalam acara tersebut, ia tampak cekatan mengoperasikan komputer jinjing itu. "Padahal, aslinya saya nggak bisa komputer. Saya juga nggak punya laptop," katanya.

Ihwal sepak terjangnya yang genit di acara itu, awalnya ini sempat membuat istrinya cemburu. "Awalnya saya memang syok juga. Tapi, setelah Mas Tukul menjelaskan, saya bisa mengerti," kata sang istri, yang malam itu nonton bersama anaknya, menjelaskan.

Lalu berapa sih honornya sebagai presenter? Tukul tak segera menjawab. Ia pura-pura merenung. "Tulis saja honornya lumayan," ujarnya. "Atau tulis saja pokoknya memuaskan, deh."

Pulang syuting, Tukul mengajak makan di warung kudapan di bilangan Blok S, Jakarta Selatan. Saat itu sekitar pukul 23.30. "Kita makan sate kambing langganan saya, ya," ujarnya. "Saya telah menjadi pelanggan tetap sejak 1990-an."

Sambil menikmati sate kambing, ia bercerita bagaimana bisa kenal dengan semua pedagang di kawasan itu. Waktu itu, ia indekos di sekitar Blok S dan selalu makan di warung kudapan di kawasan tersebut, secara bergiliran, setiap malam. "Yang membuat saya dikenal, semua pedagang di sana sempat diutangi," katanya.

1 comment:

Anonymous said...

mas tukul ...
kesusahan anda semasa hidup jadi inspirasi banyak orang.. termasuk saya...

he9... makan oseng2 itu sehat lho...
tiap hari saya melahapnya di warung PIR(orang jogja pasti mudeng) he9...
dan bebas dari masalah kesehatan... telur juga asyik...

mas tukul tetep sperti itu aja... lebih berharga karena kesederhanaan dan kaya akan pikiran dan tindakan he9...

buat tuan yang punya blog... blognya bagus buat inspirasi orang susah dan tebeng mawas diri... supaya inget trus ma pemberi hidup...

budipasadena-havanabudi.multiply.com