Tukul Arwana, Di Mata Keluarga dan Orang Terdekat (1)

Hadiahi Orang Tua Rumah Dua Lantai

Tukul Arwana memang fenomenal. Berkat aksinya di talk show “Empat Mata”, nama pelawak asal Semarang itu melambung. Meski demikian, pria berambut cepak itu tetap bersikap rendah hati.

ARIF RIYANTO, Semarang



RUMAH tua bercat hijau di Jalan Purwosari, Perbalan Gang V, Semarang Utara, itu menjadi saksi masa kecil Tukul. Tak ada yang istimewa dari bangunan di gang sempit di kawasan permukiman padat itu. Temboknya sudah rapuh dimakan usia. Hanya lantai di ruang tamu yang sudah diganti dengan keramik putih.

Sekitar 20 tahun pelawak yang memiliki nama asli Tukul Riyanto itu tinggal di rumah tersebut bersama orang tua angkatnya, Suwandi, yang sehari-hari menjadi mandor di sebuah perusahaan di Pelabuhan Tanjung Mas Semarang. Meski hanya anak angkat, kasih sayang orang tua barunya itu layaknya kepada anak sendiri. Maklum, Suwandi memang tidak dikaruniai anak.

Tukul juga beruntung memiliki orang tua angkat yang relatif berkecukupan, bahkan boleh dibilang kaya. Dengan demikian, hampir semua kebutuhan Tukul terpenuhi.

“Untuk ukuran warga kampung di sana, orang tua angkat Tukul tergolong kaya. Saat yang lain belum punya motor dan televisi, Suwandi sudah punya. Bahkan, warga sini kalau mau nonton televisi, harus ramai-ramai ke rumah Tukul,” cerita Moch. Kuswanto, yang disebut Tukul sebagai teman akrab sekaligus guru spiritualnya.

Pemimpin Pondok Pesantren Istighfar yang akrab disapa Gus Tanto itu mengaku tahu persis masa kecil Tukul. Kebetulan dia teman satu kampung, sekaligus teman satu sekolah Tukul sewaktu di SD Purwogondo 02 Purwosari. Gus Tanto juga pernah menjadi kernet angkutan kota (angkot) Semarang jurusan Johar-Panggung yang disopiri Tukul.

Saat masih duduk di bangku SD, lanjut Gus Tanto, kawannya itu sudah dikenal humoris. Setiap saat dia selalu mbanyol (melawak, Red). Tak heran kalau Tukul memiliki banyak teman. “Tukul itu orangnya nyelelek. Ndak pernah diam. Selalu usil. Saya ini yang kerap dikerjai,” kenangnya seraya tersenyum.

Di kampung Tukul kecil dikenal sebagai anak yang lebih suka ngligo alias bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana kolor. “Suami saya sampai memperingatkan dia. Kul, nyandi-nyandi kok ora klambenan, opo ora isin kowe? (Kul, ke mana-mana kok tidak pakai baju, apa tidak malu kamu?),” kata Siti Ngasiah, 55, bulik Tukul, yang kini tinggal di bekas rumah orang tua angkat Tukul.

Ditanya soal nama Tukul, Gus Tanto menjelaskan, awalnya nama karibnya itu hanya Riyanto. Namun, karena sakit-sakitan, oleh orang tuanya ditambahi Tukul sehingga menjadi Tukul Riyanto. “Ternyata, begitu namanya ditambah, dia jarang sakit. Akhirnya, orang pun lebih suka memanggil Tukul,” jelasnya.

Selepas SD, putra ketiga pasangan Abdul Wahid dan almarhumah Sutimah itu melanjutkan ke SMP Muhammadiyah Indraprasta. Di sekolah itu, kemampuan melawak Tukul semakin terasah. Bahkan, Tukul kerap tampil di acara tujuh belasan (HUT Kemerdekaan RI) di kampungnya.

Namun, saat Tukul duduk di bangku kelas III, orang tua angkatnya mengalami kesulitan ekonomi. Bahkan, Suwandi sampai menjual rumah kepada Siti Ngasiah yang kini menghuni rumah tersebut. Puncaknya, saat duduk di bangku SMA Ibu Kartini, Jalan Sultan Agung, Semarang, Tukul mulai kesulitan membayar biaya sekolah.

Sejak itu dia mulai kerja serabutan untuk mencari biaya sekolah. “Pekerjaan apa pun dilakukan. Yang penting menghasilkan uang halal dan bisa untuk makan dan biaya sekolah,” ujar Gus Tanto yang berambut gondrong itu.

Saking sulitnya mendapatkan uang, tak jarang saat berangkat sekolah Tukul hanya mengantongi uang saku Rp 100. Padahal, ongkos naik bus dari rumahnya hingga sekolah lebih dari itu.

Begitu lulus SMA, Tukul berkali-kali mengikuti lomba lawak tingkat lokal Semarang maupun Jateng. Selain melawak sendiri, terkadang Tukul berpasangan dengan tetangganya, antara lain, Slamet, Suharno, dan Sutrisno. Bahkan, Tukul berkali-kali meraih juara. Puncaknya, dia menyabet juara pertama lomba lawak tingkat Jateng.

“Biasanya, habis meraih juara lomba lawak, Tukul mentraktir makan teman-temannya dengan hadiah uang yang diterima. Sejak kecil dia memang tidak pelit. Kalau dapat rezeki, selalu dibagi bersama,” katanya.

Untuk mempertahankan hidup, lanjut Gus Tanto, Tukul bekerja menjadi kernet angkot jurusan Johar-Panggung. Profesi itu dijalani hanya beberapa bulan, sebelum akhirnya naik “pangkat” menjadi sopir angkot jurusan yang sama. Gus Tanto yang menjadi kernetnya. “Selama jadi kernet, Tukul berlatih mengemudi. Lama-lama dia bisa dan akhirnya dipercaya menjadi sopir,” tuturnya.

Sekitar dua tahunan menjadi sopir angkot, lanjut dia, Tukul berpindah kerja menjadi sopir truk elpiji di Tanah Mas, Semarang Utara. Di tempat yang baru ini Tukul menjalani hampir dua tahun, kemudian kembali menjadi sopir angkot.

“Setelah berganti-ganti pekerjaan, Tukul memutuskan hijrah ke Jakarta sekitar 1992. Namun, perjalanan di ibu kota itu juga tidak mulus. Dia masih harus bolak-balik Jakarta-Semarang karena tak juga mendapatkan pekerjaan,” cerita Gus Tanto.

Kehidupan Tukul mulai membaik setelah dia dipercaya membintangi klip video lagu Diobok-obok yang dinyanyikan penyanyi cilik Joshua Suherman sekitar 1997. Tukul juga diajak Harry de Fretes bermain dalam Hari-Hari Mau di SCTV.

Meski namanya sudah tenar, ujar Gus Tanto, Tukul tak melupakan teman-teman lama. Bahkan, Tukul selalu berhubungan dengan Gus Tanto setiap ada masalah atau akan memutuskan sesuatu. Seperti kemarin, Radar Semarang sempat ditunjukkan SMS dari Tukul. Dalam SMS itu, Tukul meminta saran kepada Gus Tanto tentang anak semata wayangnya, Novita, yang sakit demam.

Selain itu, setiap show ke Semarang dan sekitarnya, suami Susiana itu selalu menyempatkan berkunjung ke Ponpes Istighfar, yang selama ini selalu mendapatkan kucuran sedekah maupun zakat mal dari Tukul.

“Dia memang selalu telepon ataupun SMS saya untuk meminta pertimbangan. Termasuk saat memutuskan menerima kontrak sebagai host Empat Mata,” ujarnya.

Disinggung soal acara Empat Mata, sebelum memutuskan menerima kontrak itu, Tukul memang sempat bimbang. Namun, Gus Tanto terus meyakinkan Tukul bahwa dia mampu membawakan acara itu dan nanti bisa sukses.

Meski Tukul telah sukses, ayah kandungnya, Abdul Wahid, 70, masih setia menjadi penjahit. Pria yang akrab disapa Mbah Dul itu tinggal di Dusun Nggrembel, Kecamatan Gunungpati, sekitar 15 kilometer dari pusat kota Semarang.

Abdul Wahid tinggal di rumah cukup megah bersama putri keduanya, Anik Khowiyah. Rumah berlantai dua itu dibangun pada 2003, yang seluruh biayanya berasal dari Tukul.

“Saya menjadi penjahit sejak 1948. Dulu saya melayani semua jahitan pakaian maupun seragam. Sekarang hanya permak dan membetulkan resluiting saja,” kata Abdul Wahid dengan bahasa Jawa halus.

Lalu, mengapa Tukul sampai diasuh orang tua angkat? Ceritanya, pada usia 5 bulan dia sering sakit. Herannya, putra ketiga pasangan Abdul Wahid dan almarhumah Sutimah itu, jika menangis, selalu diam begitu digendong pasangan Suwandi, tetangganya.

Karena sering diemong keluarga Suwandi, Abdul Wahid dan Sutimah yang memiliki empat anak rela menyerahkan Tukul saat Suwandi menginginkan Tukul sebagai anak angkat.

Ditanya tentang sukses Tukul, ayahanda Siti Rondiyah, Anik Khowiyah, Tukul Riyanto, dan Suhadi alias Bendel itu mengaku sangat senang. Dia tidak menyangka anaknya yang diasuh orang lain sejak berusia 5 bulan itu kini menjadi orang terkenal. “Saya memang jarang ngobrol dengan dia. Kalau ke sini, hanya sebentar,” ujarnya.

Menurut Sugiyanto, 28, putra Anik Khowiyah, Tukul rutin berkunjung ke rumah orang tua kandungnya setiap Lebaran. Biasanya, Tukul datang bersama istri dan anaknya mengendarai mobil. “Di luar Lebaran, Lik Tukul datang tidak tentu. Biasanya, kalau ada acara di Semarang dan sekitarnya,” ujarnya kepada Radar Semarang.

Di rumah ayah kandungnya itu, Tukul jarang menginap. Biasanya, dia hanya lek-lekan (begadang) sebentar, kemudian kembali ke hotel. “Tapi, kalau Lebaran, kadang dia menginap di sini sama anak-istrinya. Kalau ke sini, Lik Tukul suka nyari petai dan jengkol. Dia juga suka bagi-bagi uang dan pakaian ke keponakan dan tetangga,” ceritanya. (*)

Sumber : http://www.jawapos.com/index.php?act=detail&id=8173

No comments: